Mengenal perjalanan regulasi bunga pinjaman online di Indonesia, mulai dari peran OJK, pembentukan AFPI, hingga penurunan bunga pinjol menjadi 0,3% per hari. Analisis mendalam mengenai dinamika industri fintech P2P lending dan tantangan persaingan usaha.
Secara komprehensif menguraikan perjalanan regulasi bunga pinjaman online (pinjol) di Indonesia dari masa awal industri fintech P2P lending hingga kebijakan terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Fokus utama adalah bagaimana bunga pinjaman yang awalnya tidak diatur secara ketat pada POJK 77 Tahun 2016 berkembang melalui intervensi regulasi dan pembentukan asosiasi khusus.
Pada awalnya, bunga pinjol yang dipatok perusahaan sangat bervariasi tanpa batasan yang jelas, karena POJK 77/2016 memberikan keleluasaan penuh pada penyelenggara fintech untuk menentukan bunga berdasarkan kondisi pasar. Namun, kondisi ini menimbulkan keluhan masyarakat karena tingkat bunga yang tinggi dan tidak terkendali.
Peran strategis Hendrikus Passagi, mantan Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK, terlihat saat memerintahkan pembentukan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) pada 2018 untuk mengatur batas maksimum bunga pinjol. Penetapan bunga maksimum 0,8% per hari ini diambil berdasarkan kajian dari Financial Conduct Authority (FCA) Inggris dan studi perbandingan dengan negara lain seperti China, yang kemudian menjadi standar baku industri.
Namun, penyeragaman bunga ini memicu masalah baru terkait praktik persaingan usaha, yang kini tengah diselidiki oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai dugaan kartel bunga. Selain itu, perubahan regulasi lewat POJK Nomor 10 Tahun 2022 dan Surat Edaran OJK Nomor 19 Tahun 2023 memperlihatkan pergeseran kebijakan dari market conduct ke prudential regulation, dengan penurunan bunga pinjol yang bertahap mulai 0,3% per hari untuk pinjaman konsumtif dan 0,1% untuk pinjaman produktif.
Ini memberikan wawasan penting tentang dinamika regulasi fintech di Indonesia, tantangan pengawasan, serta dampaknya bagi konsumen dan industri. Ini juga menunjukkan bagaimana regulasi harus terus beradaptasi untuk menjaga keseimbangan antara pertumbuhan industri dan perlindungan konsumen.
Poin-Poin Utama Presentasi: Regulasi Pinjaman Online (Pinjol) di Indonesia
1. Awal Mula Industri Fintech P2P Lending
Lahir dari POJK Nomor 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Berbasis Teknologi Informasi
Bunga pinjaman saat itu belum diatur, diserahkan pada penyelenggara fintech
2. Variasi dan Keluhan Bunga Pinjol Awal
Tingkat bunga sangat beragam: 1%, 5%, hingga 10% per hari
Muncul banyak keluhan masyarakat terkait bunga yang tinggi dan praktik tidak transparan
3. Pembentukan Asosiasi Khusus: AFPI (2018)
Hendrikus Passagi memerintahkan pembentukan AFPI untuk mengatur industri fintech P2P lending
AFPI diberi mandat mengatur batas maksimum bunga pinjol
4. Penetapan Bunga Maksimum 0,8% Per Hari
Berdasarkan riset internasional dari FCA Inggris dan perbandingan dengan negara lain
Bunga 0,8% per hari menjadi standar maksimum yang dipatuhi oleh industri
5. Perkembangan Regulasi Terbaru
POJK Nomor 10 Tahun 2022 menggantikan POJK 77/2016, mengatur bunga pinjol lewat SE OJK
SE OJK Nomor 19 Tahun 2023 menetapkan bunga baru mulai 1 Januari 2024:
• 0,3% per hari untuk pinjaman konsumtif
• 0,1% per hari untuk pinjaman produktif
6. Pergeseran Regulasi: Market Conduct ke Prudential Regulation
Regulasi awal memberi kebebasan pasar (market conduct)
Regulasi terbaru mengarah ke pengawasan yang lebih ketat ala perbankan (prudential regulation)
7. Isu Persaingan Usaha dan Dugaan Kartel Bunga Pinjol
KPPU menyelidiki dugaan pelanggaran praktik monopoli dan kartel bunga pinjol
Diduga 97 perusahaan fintech menetapkan bunga bersama melalui AFPI
8. Dampak dan Tantangan Regulasi
Perlindungan konsumen terhadap bunga tinggi dan praktik tidak sehat
Menjaga keseimbangan pertumbuhan industri fintech yang inovatif dan stabil