QAPLO – Pembiayaan modal usaha yang diatur oleh OJK melalui POJK 46/2024 kini memberikan peluang dan tantangan bagi perusahaan multifinance di 2025. Analisis terkait dampak regulasi, peluang di sektor produktif, dan manajemen risiko yang dibutuhkan dalam menghadapi dinamika ekonomi saat ini.
Pembiayaan Modal Usaha sebagai Katalisator Ekonomi di 2025
Pada tahun 2025, pembiayaan modal usaha yang diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui POJK Nomor 46 Tahun 2024 menjadi salah satu instrumen yang penting bagi sektor multifinance. Setelah regulasi ini diperkenalkan pada 2024, peran multifinance semakin strategis dalam mendukung sektor-sektor produktif yang membutuhkan modal kerja. Perusahaan multifinance kini memiliki kesempatan untuk menyalurkan pembiayaan hingga Rp 10 miliar, dengan syarat yang lebih fleksibel dibandingkan sebelumnya.
Namun, meski membawa peluang besar, di tengah dinamika ekonomi global yang masih belum sepenuhnya stabil pasca-pandemi dan ketidakpastian yang ada, perusahaan multifinance harus menghadapi tantangan besar dalam hal manajemen risiko, kelayakan debitur, dan kemungkinan gejolak ekonomi di 2025.
POJK 46/2024: Menghadirkan Fleksibilitas dan Potensi Sektor Produktif
Regulasi ini, yang memungkinkan perusahaan multifinance untuk memperluas cakupan pembiayaan, membuka peluang bagi berbagai sektor yang sebelumnya kurang mendapatkan perhatian. Pada 2025, sektor-sektor manufaktur, logistik, kesehatan, dan makanan sangat mungkin untuk tumbuh pesat melalui pembiayaan modal usaha.
Menurut Jodjana Jody, praktisi dan pengamat industri pembiayaan, regulasi ini memberikan keleluasaan bagi multifinance untuk mencoba berbagai sektor dengan risiko yang lebih terkontrol. Pada 2025, Indonesia berada pada titik penting dalam pemulihan ekonomi pasca-pandemi dan sektor-sektor produktif ini memerlukan modal kerja untuk bisa beradaptasi dengan cepat terhadap kebutuhan pasar yang terus berubah.
“Keberagaman sektor yang bisa dijangkau ini memungkinkan multifinance untuk memperluas jangkauan pasar mereka. Di 2025, di tengah ekspansi sektor manufaktur dan industri kesehatan yang semakin berkembang, modal kerja ini menjadi sangat penting untuk mendorong pertumbuhan,” ujar Jody.
Namun, potensi ini juga datang dengan tantangan, terutama karena banyak perusahaan multifinance yang sebelumnya terbiasa berfokus pada pembiayaan untuk kendaraan bermotor dan sektor otomotif. Perusahaan harus mengatur strategi agar pembiayaan modal usaha dapat dimanfaatkan dengan efektif tanpa menambah eksposur risiko.
Tantangan Besar: Manajemen Risiko di Tengah Ketidakpastian Ekonomi Global
Salah satu aspek yang tidak bisa diabaikan dalam memanfaatkan pembiayaan modal usaha ini adalah manajemen risiko. Di 2025, meskipun ekonomi Indonesia mengalami pemulihan, ketidakpastian global yang masih ada, seperti lonjakan inflasi dan gejolak geopolitik, dapat memengaruhi kestabilan perusahaan yang memanfaatkan fasilitas pembiayaan ini.
Risiko kredit dan risiko likuiditas menjadi isu utama yang harus dikelola dengan cermat oleh perusahaan multifinance. Banyak dari perusahaan ini yang sebelumnya terbiasa dengan pembiayaan otomotif, yang mana risiko yang terlibat lebih mudah diukur. Sektor modal kerja membawa ketidakpastian yang lebih tinggi, karena pembayaran dan siklus produksi yang beragam di sektor-sektor yang lebih luas.
Selain itu, ketidakpastian ekonomi juga berpotensi menyebabkan tingginya tingkat gagal bayar (non-performing financing / NPF). Mengingat pada tahun 2025, OJK masih menetapkan batasan NPF maksimal sebesar 5% untuk perusahaan multifinance, manajemen risiko yang lebih ketat sangat diperlukan.
Persyaratan dan Ketentuan yang Ditetapkan oleh OJK
Dalam POJK Nomor 46 Tahun 2024, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh perusahaan multifinance untuk dapat menyalurkan pembiayaan modal usaha. Persyaratan ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa perusahaan multifinance memiliki dasar yang kuat dalam menjalankan pembiayaan dengan efektif, termasuk:
Tingkat Kesehatan Keuangan: Perusahaan multifinance harus memiliki peringkat komposit minimal 2. Ini menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kinerja keuangan yang stabil dan mampu bertahan dalam kondisi ekonomi yang fluktuatif.
Rasio Modal: Memenuhi ketentuan rasio permodalan dan gearing ratio yang menjadi indikator penting bagi investor dan regulator untuk menilai kelayakan perusahaan dalam menyalurkan pembiayaan.
Non-Performing Financing (NPF): Rasio NPF Neto harus tetap terjaga di bawah 5%, memastikan bahwa pembiayaan yang diberikan tidak mengalami gagal bayar dalam jumlah besar.
Modal Inti: Rasio modal inti terhadap modal disetor minimal 150%, memastikan bahwa perusahaan multifinance memiliki cukup cadangan untuk menutupi risiko pembiayaan yang mungkin terjadi.
Selain itu, OJK juga mengatur kewajiban agunan yang harus dipenuhi dalam pembiayaan ini, dengan jenis-jenis agunan yang lebih fleksibel, seperti kendaraan bermotor, mesin, bangunan, hingga alat berat.
Agunan dan Persyaratan Fleksibel: Menyokong Usaha Kecil dan Menengah
Di 2025, semakin banyak perusahaan yang membutuhkan pembiayaan dengan jumlah yang lebih kecil, terutama di sektor UMKM. Dalam hal ini, OJK mengatur bahwa untuk pembiayaan modal usaha di bawah Rp 50 juta, perusahaan multifinance tidak diwajibkan untuk meminta agunan. Hal ini memberikan peluang lebih besar bagi usaha kecil untuk mendapatkan akses ke pembiayaan tanpa harus mengajukan agunan yang besar.
Sebagai contoh, dalam dunia usaha kuliner, banyak pengusaha restoran yang dapat memanfaatkan peralatan dapur sebagai jaminan pembiayaan. Ini menciptakan akses yang lebih luas bagi sektor usaha yang sebelumnya kesulitan memperoleh modal.
Pertumbuhan Pembiayaan di 2025: Momentum dan Proyeksi Masa Depan
Data terbaru yang dikeluarkan oleh OJK menunjukkan bahwa piutang pembiayaan multifinance tercatat mencapai Rp 510,97 triliun pada Maret 2025, dengan pertumbuhan YoY sebesar 4,60%. Meskipun angka ini sedikit melambat dibandingkan dengan Februari 2025 yang mencatatkan pertumbuhan sebesar 5,92%, namun sektor multifinance tetap menunjukkan daya tahan yang signifikan di tengah tantangan global.
Angka ini mengindikasikan bahwa meskipun ada penurunan laju pertumbuhan, pasar pembiayaan di Indonesia tetap tumbuh secara stabil. Ini memberikan sinyal positif bagi industri multifinance bahwa meskipun ada ketidakpastian ekonomi, pembiayaan modal usaha tetap dibutuhkan, khususnya untuk sektor-sektor produktif yang menjadi tulang punggung pemulihan ekonomi.
Optimisme dan Kehati-hatian di Tahun 2025
Pada tahun 2025, fasilitas pembiayaan modal usaha yang ditawarkan oleh OJK melalui POJK 46/2024 memberikan peluang besar untuk pertumbuhan sektor manufaktur, logistik, kesehatan, dan makanan. Namun, tantangan dalam hal manajemen risiko dan kelayakan debitur tetap menjadi faktor penting yang harus diperhatikan oleh perusahaan multifinance.
Dengan langkah yang hati-hati dan strategi pembiayaan yang matang, sektor multifinance dapat menjadi katalisator yang kuat dalam mendorong sektor produktif Indonesia, namun harus tetap memperhatikan risiko yang ada dalam konteks perekonomian yang terus berubah.