Mengapa Nabi Muhammad diutus di Jazirah Arab dan Walisongo di tanah Jawa? Artikel ini membahas sejarah Islam secara mendalam, lengkap dengan konteks dakwah dan nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin.
Qaplo – Islam sebagai agama terakhir yang diturunkan Allah SWT memiliki misi yang universal: membawa rahmat, petunjuk, dan cahaya bagi seluruh umat manusia. Namun, mengapa Nabi Muhammad ﷺ diutus di Jazirah Arab? Dan mengapa penyebaran Islam di Indonesia banyak dipelopori oleh Walisongo di Pulau Jawa?
Apakah ini karena bangsa Arab atau masyarakat Jawa saat itu adalah umat paling buruk? Mari kita ulas secara mendalam dari sisi sejarah, dakwah, dan strategi ilahiah.
Rasulullah Diutus di Arab: Strategi Langit untuk Menyelamatkan Dunia
Sebelum kenabian, kondisi masyarakat Arab dikenal dengan “Zaman Jahiliyah”. Sebuah era yang penuh kebodohan spiritual, kezaliman moral, dan kekacauan sosial. Ciri-ciri utama zaman itu antara lain:
- Penyembahan berhala dan pengingkaran terhadap tauhid
- Praktik perbudakan, diskriminasi, dan penindasan terhadap kaum lemah
- Kekerasan antar suku dan fanatisme kesukuan
- Penguburan bayi perempuan hidup-hidup
Dalam konteks ini, Allah memilih Nabi Muhammad ﷺ untuk membawa risalah Islam sebagai solusi atas kebobrokan itu. Namun, bukan berarti bangsa Arab adalah seburuk-buruknya umat, melainkan mereka paling membutuhkan petunjuk.
“Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang benar agar dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik membencinya.”
(QS. At-Taubah: 33)
Jazirah Arab juga berada di titik strategis yang memungkinkan penyebaran Islam ke berbagai penjuru dunia. Maka, pemilihan wilayah ini bukanlah kebetulan, melainkan bagian dari strategi ilahiah.
Walisongo dan Dakwah Islam di Jawa: Menyentuh Hati Lewat Budaya
Beberapa abad setelah wafatnya Rasulullah ﷺ, Islam mulai masuk ke Nusantara melalui pedagang dan ulama. Di Pulau Jawa, peran penting dimainkan oleh para wali Allah yang dikenal sebagai Walisongo. Mereka berdakwah dengan pendekatan budaya, seni, dan pendidikan.
Masyarakat Jawa saat itu menganut kepercayaan lokal seperti animisme, Hindu-Buddha, serta adat istiadat yang belum sesuai syariat Islam. Namun, penting dicatat: mereka bukan bangsa yang jahat, hanya belum mengenal ajaran tauhid secara benar.
Strategi dakwah Walisongo sangat damai dan kontekstual:
- Sunan Kalijaga: Dakwah melalui wayang dan tembang
- Sunan Bonang: Menggunakan musik gending Jawa
- Sunan Ampel: Mendirikan pesantren dan membina masyarakat
- Sunan Giri: Menyebarkan Islam melalui pengaruh pemerintahan
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.”
(QS. An-Nahl: 125)
Walisongo tidak menghapus budaya, melainkan menyaring dan mengarahkan budaya agar sesuai dengan nilai-nilai Islam. Inilah kunci keberhasilan dakwah mereka yang sangat berpengaruh hingga kini.
Islam Bukan untuk Menghakimi, Tetapi Membimbing
Dari dua kisah besar ini, kita dapat mengambil pelajaran penting:
- Rasulullah diutus di Arab bukan karena bangsa Arab paling buruk, tapi karena mereka paling membutuhkan petunjuk
- Walisongo hadir di Jawa bukan karena orang Jawa zalim, tetapi karena Islam datang sebagai cahaya bagi peradaban yang belum mengenal wahyu
- Islam hadir bukan untuk menghancurkan budaya, tapi untuk memperbaiki dan memurnikan nilai-nilai luhur
Islam adalah agama yang membawa kasih sayang bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin). Maka, mari kita lanjutkan dakwah ini dengan cara yang bijak, penuh ilmu, dan cinta kasih. Karena sesungguhnya, Islam bukan sekadar doktrin, tetapi jalan hidup yang membentuk peradaban mulia.
Penutup
Setiap bangsa memiliki masa lalu dan tantangan yang berbeda. Namun Allah selalu mengutus pembimbing, baik itu seorang Rasul atau para wali, untuk menuntun umat kembali kepada fitrah. Semoga kita bisa meneladani semangat dakwah mereka, dan menjadi bagian dari generasi yang menyebarkan Islam dengan cinta, bukan kebencian.