Ragam

Makna Malam 1 Suro 2025: Tradisi Jawa, 1 Muharam, dan Larangan Keluar Rumah

Makna Malam 1 Suro 2025: Tradisi Jawa, 1 Muharam, dan Larangan Keluar Rumah
- +
14px
Malam 1 Suro 2025 jatuh pada Kamis malam, 26 Juni. Simak makna spiritual, sejarah, hingga larangan keluar rumah menurut tradisi Jawa dan Islam. Malam 1 Suro tahun 2025 akan jatuh pada Kamis malam, 26 Juni 2025, dimulai sejak pukul 18.00 WIB atau setelah waktu Maghrib. Dalam tradisi Jawa, pergantian hari dimulai sejak matahari terbenam, sehingga malam 1 Suro diperingati pada malam sebelumnya, yaitu tanggal 26 Juni, meskipun tanggal resminya jatuh pada Jumat, 27 Juni 2025. Malam ini bukan hanya sekadar awal bulan dalam kalender Jawa, tetapi juga bertepatan dengan 1 Muharam 1447 Hijriah, yang merupakan tahun baru Islam. Pemerintah menetapkan tanggal tersebut sebagai hari libur nasional berdasarkan SKB 3 Menteri. Nama “Suro” berasal dari kata Arab “Asyura” yang berarti sepuluh, dan secara budaya dilafalkan menjadi “Suro” oleh masyarakat Jawa. Tradisi malam Suro telah dijalankan sejak masa Sultan Agung pada tahun 1633 M, sebagai bagian dari penyatuan nilai kejawen dan syariat Islam dalam kehidupan masyarakat Jawa. Malam 1 Suro diyakini sebagai malam penuh makna spiritual. Banyak masyarakat Jawa percaya bahwa pintu-pintu alam gaib terbuka pada malam ini dan roh leluhur turun untuk memberi berkah. Oleh karena itu, malam ini sering diisi dengan tirakatan, ziarah kubur, pengajian, doa bersama, serta jamasan pusaka dan menyalakan dupa. Tradisi seperti kirab pusaka, kenduri, dan arak-arakan kebo bule (kerbau putih) masih hidup hingga kini di daerah seperti Yogyakarta, Solo, dan Bantul. Namun, sebaliknya, masyarakat juga mempercayai larangan untuk tidak mengadakan pesta atau hajatan besar karena dianggap dapat membawa kesialan. Salah satu mitos yang masih kuat adalah larangan keluar rumah saat malam 1 Suro. Menurut Tundjung W. Sutirto, dosen Fakultas Ilmu Budaya UNS, larangan ini berkaitan dengan keyakinan bahwa pada malam tersebut, pasukan gaib pengikut Nyai Roro Kidul melakukan perjalanan menuju Keraton atau Gunung Merapi. Namun, di lingkungan keraton Yogyakarta dan Surakarta, masyarakat justru diperbolehkan keluar rumah untuk mengikuti kirab pusaka. Tradisi ini diyakini sebagai bentuk perlindungan dari perjanjian spiritual antara Panembahan Senopati dengan Nyai Roro Kidul. Maka, warga yang ikut kirab dianggap mendapatkan berkah dan perlindungan, dibandingkan mereka yang keluar rumah tanpa tujuan jelas. Dari sisi Islam, bulan Muharam merupakan salah satu dari empat bulan yang dimuliakan (bulan haram) selain Zulkaidah, Zulhijjah, dan Rajab. Dalam QS At-Taubah ayat 36, Allah menjelaskan bahwa bulan-bulan ini tidak boleh diisi dengan peperangan atau tindakan buruk. Menurut tafsir Ibnu Katsir, bulan Muharam memiliki keistimewaan karena sejak zaman Arab Jahiliyah pun sudah dianggap bulan suci. Tradisi ini kemudian bertransformasi dalam Islam sebagai momentum refleksi diri dan memperbanyak amal ibadah. Kesimpulannya, malam 1 Suro 2025 bukan hanya penanda awal kalender Jawa, tetapi juga momen penuh nilai spiritual dan historis. Masyarakat dihimbau untuk mengisinya dengan kegiatan positif, spiritual, dan menghormati tradisi yang telah diwariskan turun-temurun. Selamat menyambut malam 1 Suro dan Tahun Baru Islam 1447 Hijriah. Semoga kita selalu diberikan keselamatan, berkah, dan kebijaksanaan dalam menjalani hidup.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE