QAPLO – Bareskrim Polri menyatakan ijazah S1 Jokowi asli, namun keputusan final keabsahan ijazah hanya dapat ditentukan oleh Pengadilan Negeri Surakarta melalui persidangan perdata. Simak analisis hukum lengkap dan implikasi proses pengadilan terkait kasus ijazah Jokowi.
Kasus Keaslian Ijazah Jokowi: Peran Bareskrim Polri dan Proses Persidangan Perdata
Kasus keaslian ijazah Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo, kembali menjadi sorotan publik setelah Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menyatakan secara resmi bahwa ijazah Sarjana Kehutanan milik Jokowi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) adalah asli. Pernyataan ini disampaikan Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, yang mengungkapkan hasil penyelidikan laboratorium forensik yang melibatkan berbagai metode uji, mulai dari analisis bahan kertas, teknik cetak, tinta, hingga verifikasi tanda tangan pejabat fakultas.
Namun demikian, pernyataan Bareskrim Polri ini tidak serta-merta menutup atau membatalkan proses hukum yang sedang berjalan di ranah perdata di Pengadilan Negeri (PN) Surakarta. Muhammad Taufiq, penggugat ijazah Jokowi, menegaskan bahwa keputusan Bareskrim tidak memiliki kekuatan hukum final dalam konteks gugatan perdata yang ia ajukan. Menurutnya, status sah atau tidak sahnya ijazah hanya dapat ditentukan oleh putusan pengadilan, sesuai prinsip hukum acara perdata.
Beda Fungsi Penyelidikan Bareskrim dan Persidangan Perdata
Perbedaan fungsi lembaga penegak hukum dan pengadilan menjadi titik krusial dalam pemahaman kasus ini. Bareskrim Polri bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap dugaan tindak pidana, dalam hal ini laporan dugaan ijazah palsu yang dilaporkan oleh Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA). Hasil penyelidikan berupa kesimpulan bahwa ijazah tersebut asli merupakan bagian dari proses menemukan fakta awal sebagai dasar kemungkinan adanya tindak pidana.
Sementara itu, gugatan yang diajukan Taufiq di PN Surakarta merupakan perkara perdata yang menuntut pembuktian dan putusan hukum oleh hakim mengenai keabsahan ijazah secara hukum sipil. Pengadilan berwenang untuk memutuskan perkara berdasarkan alat bukti dan argumentasi hukum yang disampaikan kedua belah pihak. Putusan pengadilan bersifat final dan mengikat secara hukum, berbeda dengan hasil penyelidikan Bareskrim yang belum memiliki kekuatan hukum mengikat di ranah perdata.
Landasan Hukum: Undang-Undang dan Prinsip Hukum Acara Perdata
Secara undang-undang, keabsahan dokumen seperti ijazah sebagai alat bukti dalam perkara perdata diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (KUHAPerdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait pemalsuan dokumen. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi juga menegaskan tentang mekanisme penerbitan dan keabsahan ijazah.
Dalam perkara perdata, putusan akhir mengenai sah atau tidaknya suatu dokumen harus didasarkan pada pertimbangan hakim yang memeriksa semua bukti dan keterangan yang diajukan. Putusan pengadilan adalah satu-satunya keputusan final yang sah dan mengikat secara hukum. Hal ini sesuai dengan prinsip legalitas dan asas audi et alteram partem (hak untuk didengar) dalam sistem peradilan Indonesia.
Implikasi dan Proses Selanjutnya
Pengakuan Bareskrim bahwa ijazah Jokowi asli memang dapat menjadi bukti pendukung kuat di persidangan perdata. Namun, proses hukum perdata tidak dapat dihentikan hanya karena ada pernyataan resmi dari lembaga penegak hukum yang bersifat investigatif. Proses persidangan tetap wajib dilanjutkan agar para pihak mendapatkan putusan hukum yang final dan mengikat.
Hal ini penting untuk memastikan tidak terjadi preseden yang membingungkan mengenai kewenangan lembaga hukum dan perlindungan hak-hak warga negara di hadapan hukum. Penegakan hukum yang tersistem dan adil menuntut bahwa keputusan resmi hanya dapat keluar melalui mekanisme peradilan yang terbuka dan sesuai prosedur hukum yang berlaku.
Tentu, berikut adalah penambahan aspek hukum yang lebih lengkap dan mendalam pada tulisan tersebut, khususnya terkait undang-undang dan ketentuan hukum yang mengatur mekanisme penentuan keaslian ijazah dalam konteks sengketa perdata dan tindak pidana pemalsuan dokumen di Indonesia.
Aspek Hukum dalam Kasus Keaslian Ijazah Jokowi
1. Landasan Hukum Pemalsuan Dokumen dan Keabsahan Ijazah
Dalam konteks hukum Indonesia, ijazah merupakan dokumen resmi yang diterbitkan oleh lembaga pendidikan sebagai bukti formal kelulusan peserta didik. Keabsahan ijazah diatur dalam beberapa regulasi utama, antara lain:
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Pasal 60 menyatakan bahwa ijazah diterbitkan oleh satuan pendidikan yang berwenang dan memiliki kekuatan hukum sebagai bukti formal kelulusan.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
Menegaskan kewenangan perguruan tinggi dalam penerbitan ijazah dan pengakuan legalitasnya.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 263
Mengatur tindak pidana pemalsuan surat, termasuk ijazah, dengan ancaman pidana bagi yang memalsukan, menggunakan, atau memberikan surat palsu.
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Menjelaskan prosedur penyidikan dan penyelidikan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum seperti Bareskrim Polri dalam perkara dugaan tindak pidana.
2. Perbedaan Fungsi Penegakan Hukum Pidana dan Putusan Perdata
Peran Bareskrim Polri dalam Penyidikan Dugaan Tindak Pidana
Sebagai lembaga penyidik, Bareskrim melakukan penyelidikan dan pengumpulan bukti terkait dugaan pemalsuan ijazah. Namun, hasil penyelidikan ini bersifat faktual dan investigatif, bukan merupakan keputusan hukum yang bersifat final dan mengikat.
Peran Pengadilan Negeri dalam Memutus Sengketa Perdata
Sengketa perdata yang menyangkut keabsahan dokumen seperti ijazah harus diselesaikan melalui proses persidangan yang formal di pengadilan negeri. Putusan hakim berdasarkan bukti-bukti yang disampaikan oleh pihak-pihak terkait memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).
3. Prinsip Hukum yang Berlaku
Asas Legalitas (Nullum crimen, nulla poena sine lege)
Hanya perbuatan yang secara jelas dilarang oleh undang-undang yang dapat dipidana. Oleh karena itu, dugaan pemalsuan ijazah harus dibuktikan secara sah sesuai prosedur hukum.
Asas Audi et Alteram Partem
Memberikan hak kepada semua pihak untuk didengar dan membela diri secara adil di pengadilan.
Asas Peradilan yang Tidak Memihak (Imparsialitas)
Putusan pengadilan harus bebas dari pengaruh eksternal dan berdasarkan pada fakta hukum yang objektif.
4. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Ijazah Secara Hukum
Gugatan Perdata atas Keabsahan Ijazah
Dalam konteks hukum perdata, pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri untuk meminta pengesahan atau pembatalan keabsahan ijazah.
Prosedur Pembuktian di Pengadilan
Pengadilan akan menilai keaslian ijazah berdasarkan alat bukti seperti dokumen resmi, hasil forensik, keterangan saksi, dan hasil penyidikan dari aparat penegak hukum.
Putusan Pengadilan sebagai Keputusan Final
Putusan pengadilan negeri memiliki kekuatan hukum mengikat yang menentukan secara final status hukum ijazah tersebut, baik dinyatakan sah maupun batal demi hukum.
5. Implikasi Hukum atas Penetapan Bareskrim dan Putusan Pengadilan
Pernyataan Bareskrim sebagai Temuan Penyelidikan
Walaupun Bareskrim menyatakan ijazah asli, temuan ini bersifat pendahuluan dan tidak dapat menggantikan keputusan pengadilan yang memerlukan proses litigasi.
Perlindungan Hukum dan Kepastian Hukum
Putusan pengadilan memberikan kepastian hukum dan perlindungan terhadap hak-hak warga negara sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku di Indonesia.
Dengan mengacu pada berbagai peraturan perundang-undangan dan prinsip hukum acara yang berlaku, jelas bahwa keputusan final mengenai keaslian dan keabsahan ijazah hanya dapat ditentukan melalui proses persidangan di pengadilan negeri. Bareskrim Polri berfungsi sebagai lembaga penyidik untuk mengumpulkan bukti, bukan sebagai lembaga pengadilan yang berwenang memutuskan sengketa perdata. Oleh sebab itu, proses persidangan yang sedang berjalan di PN Surakarta menjadi mekanisme hukum yang sah dan harus dihormati demi tegaknya keadilan dan kepastian hukum di Indonesia.
Kesimpulan
Kasus ijazah Jokowi menegaskan pentingnya pemahaman bahwa hasil penyelidikan oleh Bareskrim Polri bukanlah keputusan hukum final mengenai keabsahan dokumen dalam sengketa perdata. Putusan final dan sah secara hukum hanya dapat dihasilkan melalui proses persidangan di pengadilan. Hal ini didukung oleh ketentuan dalam undang-undang dan prinsip dasar hukum acara perdata di Indonesia. Oleh karena itu, masyarakat dan pihak terkait perlu menghormati proses hukum yang sedang berlangsung agar tercipta kepastian hukum dan keadilan.