QAPLO – Pertamina melalui PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) resmi membuka tender impor minyak mentah asal Rusia sejak Mei 2024. Proses lelang disesuaikan dengan aturan sanksi global, sementara Terminal Karimun berperan sebagai simpul distribusi ke Asia.
Indonesia Mulai Impor Minyak Rusia: Tender Terbuka Pertamina dan Strategi Energi di Tengah Geopolitik Global
Tangerang Selatan – Pemerintah Indonesia melalui PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), anak usaha Pertamina di sektor pengolahan dan petrokimia, mengonfirmasi bahwa sejak Mei 2024, perusahaan mulai membuka tender terbuka untuk pengadaan minyak mentah dari berbagai negara, termasuk Rusia.
Langkah ini menjadi sinyal kuat terhadap penyesuaian strategi energi nasional dalam menghadapi tekanan geopolitik global serta fluktuasi harga minyak dunia.
Tender Terbuka dengan Penyesuaian Terhadap Sanksi AS
Direktur Utama KPI, Taufik Aditiyawarman, menegaskan bahwa setiap impor minyak mentah dilakukan berdasarkan mekanisme lelang terbuka dan hanya dapat diikuti oleh perusahaan yang telah terdaftar dalam sistem kilang Pertamina. Adapun minyak mentah dari Rusia yang ikut dalam tender wajib mematuhi peraturan internasional, termasuk kebijakan Office of Foreign Assets Control (OFAC) dari Departemen Keuangan Amerika Serikat.
“Kami tetap mengikuti ketentuan dari OFAC. Jadi kalaupun crude Rusia masuk, itu harus melalui prosedur yang sah dan terbuka,” ujar Taufik saat IPA Convex 2025, Rabu (21/5/2025).
Ia juga memastikan bahwa semua minyak mentah yang berhasil dimenangkan dalam tender akan langsung dikirim ke kilang, bukan disimpan di tangki penyimpanan (storage), sehingga mempercepat proses pemurnian dan efisiensi logistik.
Karimun Jadi Hub Strategis Distribusi Minyak Rusia ke Asia
Secara paralel, terminal minyak di Karimun, Kepulauan Riau, mengalami lonjakan drastis dalam volume impor minyak Rusia. Data dari Kpler menunjukkan bahwa sejak Oktober 2024, pangsa impor minyak Rusia ke Karimun naik drastis hingga 100% pada April 2025, dari hanya 26% pada kuartal pertama 2024.
Terminal ini, yang terletak dalam zona perdagangan bebas sekitar 37 km dari Singapura, tercatat menerima lebih dari 500.000 ton bahan bakar minyak asal terminal Ust Luga, Rusia, selama tahun berjalan. Minyak ini kemudian didistribusikan ke sejumlah negara Asia seperti Malaysia, Singapura, dan Tiongkok.
Namun demikian, KPI menyatakan bahwa terminal Karimun bukan bagian dari jalur resmi distribusi ke kilang Pertamina. “Karimun itu tidak termasuk jalur kilang kami,” tegas Taufik dalam klarifikasinya.
Peluang BRICS dan Netralitas Politik Energi Indonesia
Langkah impor dari Rusia juga tidak terlepas dari keikutsertaan Indonesia dalam aliansi ekonomi BRICS. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, menyebut bahwa keanggotaan Indonesia di BRICS menjadi peluang strategis untuk memperluas pasokan energi dengan tetap menjunjung asas politik bebas aktif.
“Selama sesuai hukum dan tidak menyalahi aturan dalam negeri, kita terbuka dengan kerja sama seperti ini, termasuk dengan Rusia,” jelas Bahlil.
Indonesia, menurutnya, tetap memegang prinsip pragmatisme nasional, yakni mengedepankan kerja sama yang menguntungkan tanpa melibatkan diri dalam konflik politik blok.
Kilang Tuban Masih Terhambat Sanksi
Di sisi lain, proyek strategis nasional pembangunan kilang baru di Tuban, Jawa Timur, justru menghadapi tantangan besar. Dengan nilai investasi yang membengkak menjadi US$23 miliar, proyek ini tersendat akibat keterlibatan mitra Rusia, Rosneft, yang terdampak sanksi global.
Hingga pertengahan 2025, Final Investment Decision (FID) proyek masih tertunda meskipun sebelumnya ditargetkan rampung kuartal I. KPI berharap proses FID bisa diselesaikan pada kuartal IV 2025 sebelum masuk tahap Engineering, Procurement, and Construction (EPC).
Jalan Tengah di Tengah Ketegangan
Kebijakan Pertamina melalui KPI untuk tetap membuka tender impor minyak Rusia mencerminkan sikap adaptif Indonesia dalam mengamankan pasokan energi nasional. Di tengah krisis geopolitik dan sanksi internasional, Indonesia mampu menjaga keseimbangan antara pragmatisme energi dan kepatuhan hukum global.
Dengan fokus pada transparansi tender, efisiensi distribusi, dan adaptasi terhadap perubahan lanskap energi global, Indonesia sedang menyiapkan fondasi kuat untuk ketahanan energi masa depan—tanpa harus bergantung pada satu kutub kekuatan ekonomi dunia.