QAPLO – Bareskrim Polri resmi menghentikan penyelidikan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo setelah hasil uji laboratorium forensik menyatakan ijazah Jokowi identik dengan dokumen asli rekan seangkatan di UGM. Analisis lengkap dan pro-kontra terkait polemik ini.
Jakarta – Bareskrim Polri melalui Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro mengumumkan secara resmi penghentian penyelidikan dugaan ijazah palsu yang sempat menimpa mantan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi). Penghentian ini dilakukan berdasarkan hasil uji laboratorium forensik (labfor) yang mengonfirmasi keaslian ijazah Sarjana Kehutanan yang diterbitkan oleh Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM).
Fakta Hasil Uji Forensik
Dalam konferensi pers yang digelar di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (22/5/2025), Brigjen Djuhandhani menjelaskan bahwa tim penyidik telah memperoleh dokumen asli ijazah atas nama Joko Widodo dengan Nomor Induk Mahasiswa (NIM) 1681 KT, yang dikeluarkan pada 5 November 1985. Ijazah tersebut telah diuji secara komprehensif menggunakan metode forensik meliputi:
Analisis bahan kertas
Sistem pengamanan kertas (watermark, serat khusus)
Teknik cetak
Tinta tulisan tangan
Cap stempel resmi
Tanda tangan dekan dan rektor pada masa tersebut
Lebih lanjut, tim labfor juga membandingkan sampel dengan tiga rekan seangkatan Jokowi, dan menyimpulkan bahwa seluruh elemen tersebut identik serta berasal dari satu produk yang sama. Dengan demikian, tidak ditemukan indikasi pemalsuan pada dokumen tersebut.
Pro-Kontra Polemik Ijazah Jokowi
Pro (Pendukung Keaslian Ijazah)
Kekuatan Bukti Forensik: Hasil labfor resmi Bareskrim Polri merupakan metode ilmiah yang terpercaya dan sudah diakui secara nasional, sehingga menjadi bukti otentik yang sulit dibantah.
Penyelesaian Hukum: Penghentian penyelidikan menunjukkan bahwa tuduhan tersebut tidak memenuhi unsur pidana sehingga menghentikan polemik yang berlarut-larut.
Dukungan Stabilitas Nasional: Keputusan ini diharapkan dapat mengurangi ketegangan politik dan memberikan ruang bagi pemerintah baru untuk bekerja tanpa gangguan isu hukum yang belum jelas.
Kontra (Penentang dan Skeptis)
Kecurigaan Politik: Beberapa pihak skeptis terhadap proses penyelidikan yang dianggap kurang transparan dan menilai hasil uji hanya berdasarkan dokumen yang diserahkan pihak terkait.
Isu Kepercayaan Publik: Munculnya keraguan di kalangan masyarakat yang mengikuti isu ini secara intens, terutama yang menduga ada rekayasa dalam proses penerbitan dokumen asli.
Kritik Terhadap Penanganan Kasus: Beberapa aktivis dan pengamat hukum mempertanyakan sejauh mana investigasi mendalam dilakukan, apakah sudah mencakup seluruh bukti dan saksi yang relevan.
Pendapat Ahli dan Referensi Terpercaya
Menurut artikel dari The Conversation Indonesia (2025), isu ijazah palsu kerap menjadi masalah politik yang kompleks di Indonesia, dan penyelesaian berbasis forensik adalah langkah penting untuk menjaga kredibilitas institusi pendidikan dan kepercayaan publik.
Sementara itu, pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, Prof. Dr. Andi Setiawan, menekankan pentingnya keterbukaan proses penyidikan agar masyarakat yakin bahwa hukum berjalan tanpa intervensi politik.
Implikasi dan Dampak Sosial
Polemik ijazah palsu tokoh publik, apalagi mantan presiden, tidak hanya memengaruhi reputasi individu tapi juga dapat menciptakan polarisasi masyarakat. Ketidakjelasan dan rumor dapat memicu ketidakstabilan politik, merusak citra lembaga pendidikan, serta menurunkan kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan pemerintahan.
Keputusan Bareskrim menghentikan penyelidikan berdasarkan bukti laboratorium forensik bertujuan mengakhiri spekulasi yang tidak produktif dan mengembalikan fokus ke pembangunan dan tata kelola pemerintahan yang efektif.
Kesimpulan
Penyelidikan Bareskrim Polri terhadap dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo dihentikan setelah hasil uji forensik mengonfirmasi keaslian dokumen ijazah Sarjana Kehutanan UGM. Keputusan ini berdasarkan metode ilmiah yang valid dan melibatkan pembandingan dengan sampel asli dari rekan seangkatan.
Meskipun demikian, polemik ini menyisakan ruang diskusi terkait transparansi proses hukum dan kepercayaan publik. Penting bagi institusi penegak hukum untuk terus memastikan keterbukaan dan akuntabilitas agar isu sensitif seperti ini tidak menjadi sumber perpecahan.
Dengan berakhirnya kasus ini, diharapkan situasi politik nasional dapat lebih kondusif dan pemerintah fokus melanjutkan pembangunan demi kepentingan rakyat.