Berita

Dominasi Big Tech dan Ancaman Geopolitik: Perang Kabel Bawah Laut & Drone Bunuh Diri Iran

Dominasi Big Tech dan Ancaman Geopolitik: Perang Kabel Bawah Laut & Drone Bunuh Diri Iran
- +
14px

Kabel bawah laut kini jadi rebutan raksasa teknologi dan kekuatan geopolitik global, sementara Iran unjuk gigi lewat drone bunuh diri Arash-2. Ancaman digital dan militer ini mengubah wajah dunia modern.

Qaplo — Tanpa disadari, dunia tengah berada di tengah ‘perang’ digital yang senyap namun sangat menentukan masa depan. Pertarungan ini tidak terjadi di medan tempur terbuka, melainkan di dasar lautan, melalui kabel-kabel bawah laut yang menjadi tulang punggung utama internet global.

 

Lebih dari 95% lalu lintas data internet dunia tidak melewati satelit, tetapi disalurkan melalui kabel fiber optik bawah laut. Infrastruktur inilah yang kini menjadi rebutan antara pemerintah, korporasi, dan kekuatan besar dunia.

 

Big Tech Kuasai Lautan Digital

 

Dulu, pembangunan kabel bawah laut dilakukan oleh perusahaan telekomunikasi dan negara. Namun kini, dominasi mulai bergeser ke tangan raksasa teknologi seperti Google, Meta, Amazon, dan Microsoft.

 

Contohnya, Google telah menginvestasikan lebih dari 20 jaringan kabel, termasuk Equiano yang menghubungkan Eropa dengan Afrika. Kepemilikan ini membuat mereka tidak hanya menyewa, tapi juga mengendalikan akses, jalur, dan harga internet.

 

Infrastruktur ini memberi mereka kekuatan besar—termasuk mengatur siapa yang boleh terhubung, lewat jalur mana, dan dengan biaya berapa. Inilah bentuk baru monopoli digital yang bisa mempengaruhi kehidupan setiap pengguna internet, bahkan hingga ke layar ponsel kita.

 

Kabel Bawah Laut: Komoditas Strategis

 

Perang ini tidak hanya soal bisnis, tapi juga strategi dan pertahanan nasional. Beberapa kabel penting dilaporkan terputus secara misterius. Salah satunya adalah insiden di Laut Merah pada awal 2024, yang diduga akibat sabotase.

 

Amerika Serikat dan sekutunya mulai melarang keterlibatan perusahaan Tiongkok dalam proyek kabel internasional, khawatir terhadap risiko penyadapan. Sebagai respons, Tiongkok membangun jaringan alternatif sendiri yang memotong jalur Barat, memicu ‘Perang Dingin Digital’.

 

Negara Berkembang: Antara Kesempatan dan Ketergantungan

 

Beberapa negara seperti Nigeria menyambut kabel-kabel milik Big Tech dengan antusias karena memperbaiki koneksi dan menurunkan biaya. Namun muncul kekhawatiran akan ketergantungan akses dan data ke perusahaan luar negeri.

 

“Kecepatan meningkat, biaya menurun. Tapi siapa yang mengontrol akses ini jika terjadi konflik?”—itulah pertanyaan kritis yang muncul di negara-negara Afrika dan Asia.

 

Kesimpulannya, meski kabel ini tidak terlihat, dampaknya sangat nyata. Infrastruktur digital ini kini menjadi senjata kekuasaan, penentu kedaulatan, dan ancaman potensial dalam peta konflik global masa depan.

 


Iran Unjuk Kekuatan Lewat Drone Arash-2

 

Di sisi lain dunia, Iran kembali menunjukkan kekuatan militernya melalui teknologi drone terbaru Arash-2, sebuah drone bunuh diri (suicide drone) dengan jangkauan 2.000 km dan kemampuan presisi tinggi.

 

Drone ini dikembangkan oleh militer Iran untuk misi penghancuran sistem pertahanan musuh dan serangan strategis jarak jauh. Dengan sistem navigasi canggih dan kecepatan hingga 185 km/jam, Arash-2 mampu menyerang target dengan akurasi tinggi, termasuk di kawasan Israel dan pangkalan AS di Teluk.

 

Spesifikasi Arash-2

  • Jangkauan: 2.000 km
  • Kecepatan: 185 km/jam
  • Mesin: MD550 / MDSO-4-520 Tempest (50 HP)
  • Fungsi: Kamikaze + Perang Elektronik
  • Sistem peluncuran: Truck-mounted / Jet Assisted Take-Off

 

Brigadir Jenderal Kioumars Heidari menyebutkan bahwa drone ini dirancang khusus untuk menghantam kota-kota penting seperti Tel Aviv dan Haifa. Kemampuan untuk menghindari radar juga menjadikannya senjata yang sulit dilacak dan sangat berbahaya.

 

Laporan intelijen Barat menyebut bahwa drone ini telah digunakan di Ukraina melalui kerja sama Iran-Rusia. Dengan jangkauan luas, Arash-2 bisa menjangkau kapal-kapal perang AS, pangkalan di Qatar, Bahrain, dan UEA.

 

Dampak Strategis dan Ancaman Global

 

Penggunaan drone ini memaksa negara-negara Barat untuk mengevaluasi ulang strategi pertahanannya. Iran menggunakan strategi perang asimetris dengan menyaingi kekuatan teknologi melalui inovasi canggih dan biaya rendah.

 

Kombinasi antara dominasi digital lewat kabel bawah laut dan ancaman militer seperti Arash-2 menunjukkan bahwa pertarungan masa depan bukan hanya soal peluru dan misil, tapi juga tentang akses data dan kendali infrastruktur.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE