Bank Indonesia resmi memangkas BI Rate menjadi 5,25% pada Juli 2025. Langkah ini diambil untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi nasional dan mendorong ekspansi kredit, ditopang oleh insentif likuiditas serta prospek pemulihan global.
Qaplo, Jakarta – Bank Indonesia (BI) resmi memangkas suku bunga acuan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,25% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan Juli 2025, Rabu (16/7). Bersamaan dengan itu, suku bunga deposit facility diturunkan menjadi 4,5%, dan lending facility menjadi 6%.
Keputusan ini diambil di tengah ekspektasi pasar yang terbelah, di mana 55% pelaku pasar memperkirakan suku bunga tetap dan 45% memproyeksikan pemangkasan. Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan bahwa langkah ini dilakukan untuk menjaga inflasi tetap rendah, memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah, serta mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Fokus BI: Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Perry, inflasi umum dan inti diproyeksikan berada di bawah titik tengah target 2,5% selama dua tahun ke depan. Oleh karena itu, ruang pelonggaran kebijakan moneter dinilai masih terbuka, apalagi di tengah pemulihan global yang belum merata.
BI tetap menargetkan pertumbuhan ekonomi 2025 di kisaran 4,6% hingga 5,4%, meskipun target tersebut sudah dua kali diturunkan sepanjang tahun ini. Sementara itu, pertumbuhan kredit perbankan hingga paruh pertama 2025 hanya mencapai 7,77% YoY, melambat dari 5M25 yang mencapai 8,43% YoY. Ini adalah laju terlemah sejak Juni 2023.
Insentif KLM Capai Rp376 Triliun
Guna mendukung akselerasi penyaluran kredit, BI memperkuat implementasi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM). Hingga awal Juli 2025, insentif KLM yang telah dikucurkan mencapai Rp376 triliun kepada bank yang menyalurkan kredit ke sektor prioritas.
Meski likuiditas perbankan tinggi—dengan rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (DPK) sebesar 27%—banyak bank masih menempatkan dana di surat berharga. BI berharap penurunan suku bunga mendorong perbankan mengalihkan alokasi likuiditas ke sektor riil, bukan hanya ke instrumen keuangan.
Dampak Perdagangan Global dan Perjanjian dengan AS
Sentimen positif juga muncul dari sektor perdagangan luar negeri. Perry mengungkap bahwa tarif impor produk Indonesia ke AS turun dari 32% menjadi 19%, menyusul kesepakatan dagang bilateral. Pemerintah tengah mempersiapkan pernyataan bersama dengan AS yang akan memuat rincian perjanjian ini.
Sekretaris Kemenko Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, mengatakan kerja sama ini diharapkan mendukung dunia usaha dalam membuat keputusan bisnis jangka panjang.
Reaksi Pasar: IHSG Naik Tipis, Rupiah Melemah
Pasca pengumuman BI, rupiah justru melemah tipis sebesar -0,11% ke level Rp16.278 per USD. Yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun stagnan di 6,573%. Sementara IHSG menguat +0,7% ke level 7.192, dipicu oleh lonjakan harga saham $DCII (+19,99%) dan $DSSA (+3,86%).
Saham perbankan bergerak mixed dengan pergerakan di bawah 2%, mencerminkan sikap investor yang masih menanti bukti konkret pemulihan ekonomi dan implementasi kebijakan moneter.
Ekonom Minta Bank Ikut Pangkas Suku Bunga
Ekonom senior LPPI, Ryan Kiryanto, mendorong perbankan untuk menyesuaikan suku bunga simpanan dan kredit menyusul keputusan BI. Menurutnya, langkah ini vital untuk menggerakkan permintaan kredit dan mendukung pemulihan sektor riil di semester kedua 2025.
“Diperlukan sinergi antara kebijakan moneter dan pembiayaan agar ekonomi tumbuh inklusif. Target pertumbuhan kredit perbankan tetap berada di kisaran 9%–11% pada 2025,” ujarnya.
Dengan strategi suku bunga rendah, insentif likuiditas, dan dukungan kerja sama dagang internasional, Bank Indonesia menegaskan komitmennya untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di tengah tantangan global.