QAPLO – Pemerasan melalui video call seksual (VCS) meningkat pesat dan menjadi ancaman serius di media sosial. Artikel ini mengulas kasus pemerasan terbaru, dampak kesehatan mental korban, dan strategi menghadapi pemerasan VCS secara efektif, termasuk kaitannya dengan kasus viral Bu Guru Salsa.
Fenomena Pemerasan VCS yang Meningkat Pesat
Dalam beberapa tahun terakhir, praktik pemerasan yang memanfaatkan video call seksual (VCS) menjadi isu yang semakin sering dibahas di platform media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Instagram. Kegiatan yang awalnya bersifat privat antar pasangan ini disalahgunakan oleh pelaku kejahatan siber sebagai modus pemerasan yang merugikan banyak korban. Tren ini tidak hanya berdampak pada kerugian materi, tetapi juga menimbulkan tekanan psikologis yang berat bagi para korban.
Salah satu kasus menonjol terjadi di Tangerang, di mana seorang pria berinisial B (22) dari Riau ditangkap karena menipu dan memeras 50 korban dengan modus perekaman video VCS lalu mengancam menyebarkannya jika tidak diberikan uang tebusan. Total uang yang diraup pelaku mencapai Rp500 juta. Kasus ini menjadi gambaran nyata bagaimana VCS dijadikan senjata pemerasan yang kian marak.
Pemerasan VCS: Modus Operandi dan Dampak Psikologis Korban
Modus Pelaku dalam Melancarkan Pemerasan
Pelaku biasanya mengelabui korban dengan berpura-pura menjadi wanita, lalu mengajak melakukan VCS. Saat aktivitas berlangsung, pelaku merekam dan mengancam korban agar membayar sejumlah uang dengan ancaman video tersebut akan disebarluaskan kepada keluarga, teman, atau publik.
Kasus yang dialami oleh korban berinisial Y di Tigaraksa, Tangerang, menampilkan bagaimana pelaku memaksa korban mengirim uang hingga puluhan juta rupiah. Bahkan, ancaman penyebaran video VCS dijadikan tekanan psikologis yang sangat berat, memicu rasa malu, takut, dan stres berkepanjangan.
Dampak Kesehatan Mental dan Psikologis
Menurut riset dari American Psychological Association (APA, 2023), korban pemerasan online, termasuk VCS, rentan mengalami gangguan kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, gangguan stres pasca trauma (PTSD), dan penurunan harga diri. Tekanan yang muncul akibat ancaman publikasi konten pribadi dapat menyebabkan isolasi sosial dan gangguan fungsi sehari-hari.
Kasus viral Bu Guru Salsa yang baru-baru ini menjadi perbincangan di media sosial, di mana dirinya mengalami tekanan psikologis akibat viralnya konten video pribadinya, menjadi contoh nyata dampak negatif dari pemerasan VCS. Bu Guru Salsa mengalami tekanan mental hingga harus mendapat pendampingan psikologis, menunjukkan pentingnya edukasi dan perlindungan digital bagi masyarakat.
Strategi Menghadapi Pemerasan VCS: Rekomendasi Praktis
1. Tetap Tenang dan Jangan Panik
Menghadapi ancaman pemerasan VCS memang menegangkan. Namun, panik hanya akan memperburuk kondisi mental korban dan mempersulit pengambilan keputusan yang tepat.
2. Jangan Menuruti Permintaan Pelaku
Pelaku biasanya meminta sejumlah uang sebagai syarat agar video tidak disebar. Namun, memberikan uang bukan solusi karena pelaku bisa saja meminta lebih banyak dan memperpanjang pemerasan.
3. Tutup Akun Media Sosial Sementara
Langkah ini penting untuk membatasi akses pelaku mencari korban baru atau memperluas jangkauan ancaman.
4. Kumpulkan Bukti Pemerasan
Simpan chat, rekaman suara, atau bukti lainnya yang dapat digunakan sebagai dasar laporan polisi.
5. Laporkan ke Kepolisian
Pemerasan VCS merupakan tindak pidana yang bisa dilaporkan sesuai Pasal 45 ayat 1 dan 4 juncto Pasal 27 ayat 1 dan 4 UU ITE dengan ancaman pidana hingga 6 tahun penjara.
6. Dapatkan Dukungan Psikologis
Korban disarankan untuk segera mendapatkan pendampingan psikologis agar dapat mengatasi trauma dan dampak kesehatan mental.
Kaitannya dengan Kasus Viral Bu Guru Salsa dan Implikasi Sosial
Bu Guru Salsa, seorang wanita muda asal Jember, Jawa Timur, menjadi sorotan publik setelah video pribadinya tersebar luas di media sosial. Video tersebut menunjukkan dirinya berjoget tanpa busana, yang kemudian dikaitkan dengan profesinya sebagai guru. Salsa mengaku bahwa video tersebut dibuat atas permintaan pacar online yang dikenalinya sejak November 2024 melalui Instagram. Pria tersebut mengaku sebagai pengusaha sukses di Kalimantan dan berhasil membangun kedekatan emosional dengan Salsa. Setelah beberapa kali video call, pria tersebut meminta Salsa untuk melakukan aksi yang menjurus asusila, yang kemudian direkam dan disebarluaskan tanpa persetujuannya.
Kasus Bu Guru Salsa menambah kesadaran publik akan betapa bahayanya penyebaran konten pribadi tanpa izin. Viralitas yang cepat di era digital membuat korban sering kali harus menanggung stigma sosial, bahkan mengancam karier dan hubungan sosial mereka. Fenomena ini mendorong pentingnya kampanye literasi digital dan proteksi privasi di ranah online, sekaligus penegakan hukum yang lebih tegas.
Kesimpulan
Pemerasan melalui video call seksual adalah ancaman serius di era digital yang membawa dampak psikologis dan sosial besar bagi korban. Kasus-kasus seperti yang dialami oleh korban di Tangerang maupun Bu Guru Salsa menggarisbawahi perlunya strategi pencegahan dan penanganan yang matang. Masyarakat harus dibekali edukasi digital, dukungan hukum, dan akses pada layanan kesehatan mental agar bisa menghadapi dan bangkit dari trauma pemerasan VCS.
Referensi
American Psychological Association. (2023). Cybercrime and mental health: Understanding psychological impact. APA Journal of Digital Behavior.
Detik.com. (2025). Kasus pemerasan video call seksual di Tangerang.
Kominfo RI. (2024). Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Tribunnews. (2025). Viral Bu Guru Salsa dan dampak tekanan psikologis.