QAPLO – Bank Indonesia (BI) resmi memangkas suku bunga acuan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 5,5% pada Mei 2025. Langkah ini untuk dorong pertumbuhan ekonomi yang melambat. Simak analisis dampak pada pasar saham, nilai tukar rupiah, serta prediksi penurunan suku bunga The Fed berikut.
Bank Indonesia Turunkan BI Rate ke 5,5%: Strategi Menjaga Pertumbuhan Ekonomi dan Stabilitas Pasar Keuangan
Jakarta — Bank Indonesia (BI) pada Rabu, 21 Mei 2025, resmi memangkas suku bunga acuan BI Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,5%. Penyesuaian serupa dilakukan pada suku bunga Deposit Facility dan Lending Facility masing-masing menjadi 4,75% dan 6,25%. Keputusan ini sejalan dengan ekspektasi konsensus pasar dan bertujuan mengantisipasi perlambatan pertumbuhan ekonomi domestik yang mulai terlihat.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, menyampaikan bahwa pemangkasan suku bunga ini merupakan bagian dari kebijakan moneter yang mendukung stabilitas inflasi dan nilai tukar rupiah, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di tengah dinamika global dan domestik. Bank sentral juga menurunkan target pertumbuhan ekonomi tahun 2025 dari 4,7-5,5% menjadi 4,6-5,4%, menandai penyesuaian kedua tahun ini.
Kondisi Ekonomi dan Kredit yang Melandai
Data terbaru menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal pertama 2025 hanya mencapai 4,87% year on year (YoY), lebih rendah dari target pemerintah sebesar 5,2% YoY dan menjadi level terendah sejak kuartal tiga tahun 2021. Pertumbuhan kredit perbankan juga melambat, tercatat 8,88% YoY pada empat bulan pertama 2025, turun dari 9,16% YoY pada kuartal pertama, menunjukkan melemahnya permintaan kredit dan ketatnya likuiditas.
Menanggapi hal ini, BI memangkas target pertumbuhan kredit dari 11-13% YoY menjadi 8-11% YoY. Untuk meningkatkan fleksibilitas likuiditas, BI juga menurunkan rasio likuiditas makroprudensial sebesar 100 bps untuk bank konvensional dan syariah menjadi 4% dan 2,5% berturut-turut. Selain itu, rasio pendanaan luar negeri bank dinaikkan menjadi maksimal 35% dari modal bank, kebijakan yang mulai berlaku pada 1 Juni 2025.
Prospek Suku Bunga Global dan Dampaknya bagi BI
Bank Indonesia memperkirakan Federal Reserve AS (The Fed) akan menurunkan suku bunga sebanyak 50 bps hingga akhir tahun 2025 seiring meredanya tekanan inflasi dan de-eskalasi perang dagang global. Prediksi ini sejalan dengan data dari CME FedWatch Tool yang menunjukkan probabilitas 72,1% untuk penurunan suku bunga The Fed sebesar minimal 50 bps.
Perry Warjiyo menegaskan inflasi Indonesia diperkirakan tetap terkendali di kisaran target 1,5-3,5% YoY. BI pun berkomitmen menjaga stabilitas nilai tukar rupiah melalui intervensi pasar valuta asing dan obligasi, serta optimalisasi instrumen keuangan seperti SRBI, SVBI, dan SUVBI.
Reaksi Pasar Keuangan terhadap Pemangkasan BI Rate
Pasar saham domestik merespons positif keputusan BI dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 0,67% menjadi 7.142,46 pada hari yang sama. Rupiah juga menguat 0,12% ke posisi Rp16.383 per dolar AS, menandai penguatan berturut-turut selama lima hari terakhir. Sementara itu, yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun turun 23 bps ke level 6,828%, mencerminkan permintaan investor yang meningkat terhadap surat utang pemerintah.
Rekomendasi Investasi dan Outlook Pasar
Mengacu pada kondisi pasar dan kebijakan moneter, analis merekomendasikan investor untuk tetap mempertahankan posisi investasi (stay invested), terutama di sektor yang sensitif terhadap pelonggaran kebijakan moneter seperti perbankan (BBCA, BBRI, BMRI, BBNI) dan properti (SMRA, CTRA, PWON, BSDE). Investor juga disarankan memantau data inflasi produsen AS dan pertemuan The Fed sebagai indikator utama kebijakan suku bunga global yang akan mempengaruhi arah BI ke depan.
Kesimpulan
Pemangkasan BI Rate oleh Bank Indonesia merupakan langkah strategis untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan menjaga stabilitas pasar keuangan di tengah tantangan domestik dan global. Dengan penurunan suku bunga ini, diharapkan likuiditas meningkat dan permintaan kredit kembali tumbuh, memberi ruang bagi ekonomi nasional untuk bergerak positif. Namun, perhatian tetap diperlukan terhadap dinamika suku bunga The Fed dan perkembangan pasar global yang dapat berdampak pada rupiah dan pasar modal Indonesia.