Iran mengancam menutup Selat Hormuz setelah diserang AS. Menlu AS Marco Rubio minta China cegah Iran. Ketegangan ini bisa picu lonjakan harga minyak global.
Qaplo – Selat Hormuz kembali menjadi sorotan dunia setelah Iran mengancam akan menutup jalur pelayaran vital tersebut. Ancaman ini muncul usai Amerika Serikat melancarkan serangan udara terhadap fasilitas nuklir Iran. Menanggapi hal ini, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio mendesak Tiongkok untuk menekan Iran agar tidak mengambil langkah berbahaya tersebut.
Selat Hormuz adalah jalur sempit yang menghubungkan Teluk Persia dan Samudra Hindia. Sekitar 20% dari pasokan minyak dunia serta 25% pasokan gas alam cair melewati selat ini setiap harinya. Penutupan selat ini dipastikan akan mengguncang stabilitas pasar energi global dan memicu lonjakan harga minyak secara drastis.
Media pemerintah Iran, Press TV, melaporkan bahwa parlemen telah menyetujui rencana penutupan Selat Hormuz, meski keputusan akhir berada di tangan Dewan Keamanan Nasional Tertinggi yang diketuai oleh Ayatollah Ali Khamenei.
Langkah ini dipandang sebagai respons langsung terhadap serangan udara yang diperintahkan oleh Presiden Donald Trump terhadap situs nuklir Iran. Meski belum ada informasi resmi soal besarnya kerusakan, Iran mengklaim bahwa serangan hanya menyebabkan kerusakan ringan.
Harga minyak dunia langsung melonjak, dengan minyak mentah Brent menyentuh angka $78,89 per barel — tertinggi dalam lima bulan terakhir. Situasi ini memperkuat kekhawatiran bahwa ketegangan di Selat Hormuz akan memperparah ketidakpastian ekonomi global.
Marco Rubio menyatakan bahwa menutup Selat Hormuz adalah tindakan yang merugikan semua pihak, termasuk Iran sendiri. “Jika Iran menutup Selat Hormuz, itu seperti bunuh diri ekonomi. Tidak hanya Iran, tapi negara-negara lain yang sangat tergantung pada jalur ini — seperti China, India, Jepang, dan Korea Selatan — juga akan merasakan dampaknya secara langsung,” ujarnya.
Rubio juga menyerukan agar pemerintah Tiongkok segera bertindak. “Beijing harus mendesak Teheran agar tidak menutup jalur strategis tersebut. Jika mereka tetap melakukannya, itu akan menjadi kesalahan besar dan membawa konsekuensi global,” tambahnya.
Ahmad Mohamed Mooge, analis pasar energi global, menjelaskan pentingnya Selat Hormuz. “Setiap hari, sekitar 17 juta barel minyak melewati selat ini dari negara-negara seperti Iran, Irak, Kuwait, Bahrain, Qatar, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab. Ini adalah jalur energi utama dunia.”
China, sebagai importir minyak terbesar dari Iran — sekitar 1,8 juta barel per hari — menjadi negara yang sangat rentan jika terjadi gangguan di Selat Hormuz. Selain itu, negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, India, dan Korea Selatan juga sangat bergantung pada jalur ini.
Analis energi Vandana Hari menyebut bahwa langkah Iran akan membawa lebih banyak kerugian ketimbang keuntungan. “Iran berisiko membuat negara-negara tetangganya menjadi musuh, termasuk kehilangan dukungan dari pasar utama seperti China,” katanya kepada BBC News.
Di sisi diplomatik, Beijing menyerukan gencatan senjata segera. Duta Besar China untuk PBB, Fu Cong, menekankan pentingnya semua pihak menahan diri dari penggunaan kekuatan. Sementara itu, surat kabar pemerintah China, Global Times, menyoroti bahwa keterlibatan AS di Timur Tengah justru memperparah situasi yang sudah tidak stabil.
Hingga kini, belum ada kepastian apakah Iran benar-benar akan menutup Selat Hormuz. Namun satu hal yang pasti, Iran memiliki pengaruh besar terhadap stabilitas energi dunia, dan setiap langkah agresif akan mengancam ekonomi global secara luas.
Penutupan Selat Hormuz bukan hanya isu regional, melainkan krisis global yang bisa memicu domino efek terhadap perdagangan energi, harga bahan bakar, dan ketegangan geopolitik internasional.