Amerika Serikat melancarkan serangan udara terhadap fasilitas nuklir Iran di Fordow, Natanz, dan Isfahan. PBB dan komunitas internasional menyerukan de-eskalasi demi mencegah perang besar di Timur Tengah.
Ketegangan geopolitik di Timur Tengah memanas setelah Amerika Serikat melancarkan serangan udara besar-besaran terhadap tiga fasilitas nuklir utama Iran pada Sabtu malam. Serangan ini ditujukan ke situs nuklir di Fordow, Natanz, dan Isfahan, menggunakan bom pemusnah massal GBU-57A/B atau dikenal sebagai “bunker buster”. Tindakan ini menimbulkan kekhawatiran global akan potensi pecahnya perang skala besar antara Iran, Israel, dan sekutu Barat.
Serangan AS dilakukan sebagai tanggapan terhadap eskalasi konflik antara Israel dan Iran, yang telah meningkat sejak akhir 2023. Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, menyatakan keprihatinan mendalam atas aksi militer ini, menyebutnya sebagai “eskalasi berbahaya” dan memperingatkan dunia akan potensi dampak bencana jika konflik ini terus berlanjut.
“Risiko konflik ini meluas secara cepat semakin besar – dengan konsekuensi bencana bagi warga sipil, kawasan, dan dunia,” ujar Guterres. “Tidak ada solusi militer. Satu-satunya jalan ke depan adalah diplomasi.”
Presiden Donald Trump mengumumkan bahwa serangan ini merupakan “kesuksesan militer spektakuler”. Ia mengatakan bahwa seluruh target telah dihancurkan dan tidak ada pesawat yang tertinggal di wilayah udara Iran. Dalam pernyataan resmi dari Gedung Putih, Trump didampingi Wakil Presiden JD Vance, Menlu Marco Rubio, dan Menhan Pete Hegseth.
Serangan tersebut menggunakan bom GBU-57A/B Massive Ordnance Penetrator (MOP) seberat 30.000 pon, yang dirancang khusus untuk menghancurkan fasilitas bawah tanah. Bom ini hanya dapat diluncurkan oleh pesawat B-2 Spirit, pembom siluman canggih milik Angkatan Udara AS yang memiliki jangkauan global dengan pengisian bahan bakar di udara. Ini menjadi pertama kalinya bom MOP digunakan dalam operasi nyata.
Badan Energi Atom Iran mengecam keras serangan tersebut, menyebutnya sebagai pelanggaran nyata terhadap Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT). Mereka juga menuduh Badan Energi Atom Internasional (IAEA) terlibat dalam konspirasi. Iran menegaskan tidak akan menghentikan program nuklirnya dan menyerukan komunitas internasional untuk mengecam tindakan AS.
Meskipun berhasil menghancurkan fasilitas penting, AS dikabarkan mengirimkan sinyal ke Iran bahwa serangan ini bersifat terbatas dan tidak akan dilanjutkan. Di sisi lain, Israel masih mempertimbangkan apakah akan melanjutkan serangan udara, tergantung respons balik dari Teheran. Beberapa pejabat senior Israel menyatakan tujuan utama mereka adalah menggagalkan program nuklir Iran dan melemahkan rezim yang berkuasa di Teheran.
Saat ini, situasi masih sangat genting. Para pengamat internasional memperingatkan bahwa langkah berikutnya, baik dari Iran maupun sekutunya, akan sangat menentukan apakah konflik ini tetap dalam ranah terbatas atau berubah menjadi perang terbuka skala penuh di Timur Tengah. Dunia pun menanti, sembari berharap diplomasi masih bisa berbicara lebih keras daripada bom.