Berita

Mahfud MD: Pemakzulan Wapres Gibran Sah Secara Konstitusi dan Demokratis

Mahfud MD: Pemakzulan Wapres Gibran Sah Secara Konstitusi dan Demokratis
- +
14px

Pakar hukum tata negara Mahfud MD menyebut usulan pemakzulan Wapres Gibran oleh Forum Purnawirawan TNI sah secara konstitusional dan mencerminkan etika demokrasi yang sehat.

 

Qaplo – Jakarta, 12 Juni 2025 – Pakar hukum tata negara Prof. Mahfud MD menegaskan bahwa langkah Forum Purnawirawan TNI yang mengajukan usulan pemakzulan terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka ke DPR dan MPR merupakan tindakan yang sah secara konstitusi. Menurutnya, ini adalah bentuk etika demokrasi yang sehat dan terbuka.

“Menurut saya, tindakan tersebut benar dan elegan. Disampaikan secara resmi, bukan melalui kasak-kusuk atau cara provokatif di media sosial,” ujar Mahfud dalam podcast Terus Terang Mahfud MD yang tayang di kanal YouTube @MahfudMDOfficial pada Rabu (11/6/2025).

Mahfud menambahkan bahwa para purnawirawan TNI tetap memiliki hak politik sebagai warga negara. Mereka berhak menyampaikan kritik dan aspirasi secara mandiri, terlepas dari institusi tempat mereka pernah bertugas. “Mereka tidak harus sama dengan induknya dalam menentukan sikap politik,” jelasnya.

Forum Purnawirawan TNI mengirim surat resmi tertanggal 26 Mei 2025 ke DPR, MPR, dan DPD RI yang berisi usulan pemakzulan terhadap Gibran. Surat tersebut ditandatangani oleh empat purnawirawan jenderal, yaitu Jenderal (Purn) Fachrul Razi, Marsekal (Purn) Hanafie Asnan, Jenderal (Purn) Tyasno Soedarto, dan Laksamana (Purn) Slamet Soebijanto.

Dalam surat itu, mereka menyoroti bahwa Gibran mendapatkan tiket pencalonan melalui putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang dinilai cacat hukum. Putusan tersebut dipimpin oleh Ketua MK saat itu, Anwar Usman, yang merupakan paman dari Gibran, sehingga dianggap melanggar prinsip imparsialitas.

Selain aspek hukum, forum tersebut juga menilai bahwa Gibran tidak layak secara etika dan kepatutan untuk menjabat sebagai Wakil Presiden. Mereka menyoroti minimnya pengalaman dan latar belakang pendidikan Gibran yang dianggap belum mumpuni.

Mahfud MD juga menekankan bahwa mekanisme pemakzulan telah diatur secara jelas dalam Pasal 7A UUD 1945. Pasal ini menyebutkan bahwa presiden dan/atau wakil presiden dapat diberhentikan jika terbukti melakukan pelanggaran hukum seperti pengkhianatan negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat, atau tidak memenuhi syarat jabatan.

“Pemakzulan bukan hanya soal politik, tapi soal konstitusi. Kalau ada pelanggaran berat, maka prosesnya bisa dimulai dari DPR dan diakhiri oleh MPR,” terang Mahfud.

Menanggapi anggapan bahwa Prabowo dan Gibran adalah satu paket yang tidak bisa dipisahkan, Mahfud menyatakan bahwa pemakzulan bisa dilakukan terhadap salah satu saja. Ia mengutip contoh historis ketika Presiden Soeharto lengser dan digantikan oleh BJ Habibie, serta saat Gus Dur dimakzulkan dan digantikan oleh Megawati Soekarnoputri.

“Pasal 7A menyebut ‘presiden dan/atau wakil presiden’, artinya bisa salah satu. Itu bukan paket yang tidak bisa dipisah,” tegas Mahfud.

Sebelumnya, mantan Presiden Jokowi menyebut bahwa pemilihan Prabowo dan Gibran dilakukan dalam satu paket, sehingga keduanya tidak bisa dipisahkan. Namun Mahfud menekankan bahwa konstitusi tetap membuka ruang untuk pemakzulan secara terpisah selama syarat-syaratnya terpenuhi.

Kesimpulan: Usulan pemakzulan terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka adalah bagian dari dinamika demokrasi yang sah. Konstitusi memberikan ruang untuk itu, dan sejarah Indonesia telah membuktikan bahwa pemakzulan bisa dilakukan terhadap presiden atau wakil presiden secara terpisah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE