Berita

Ancaman Terhadap Drone MALE: Tantangan Baru untuk Keamanan Udara dalam Konflik Global

Ancaman Terhadap Drone MALE: Tantangan Baru untuk Keamanan Udara dalam Konflik Global
- +
14px

QAPLO – Drone berukuran menengah seperti MQ-9 Reaper menghadapi ancaman yang semakin besar, dengan meningkatnya kerugian dalam perang-perang dari Ukraina hingga Yaman. Artikel ini mengulas tantangan dan dilematis biaya-manfaat yang dihadapi drone seperti Reaper, serta pentingnya pengembangan teknologi baru di tengah peningkatan ancaman pertahanan udara.

Ancaman Terhadap Drone MALE: Ancaman yang Meningkat pada Drone Seperti MQ-9 Reaper

Drone berukuran menengah dengan kemampuan penerbangan jarak jauh seperti MQ-9 Reaper kini menghadapi ancaman yang terus berkembang, dengan meningkatnya kerugian dalam perang-perang seperti di Ukraina dan Yaman. Drone-drone ini, yang sebelumnya menjadi simbol dari era peperangan jarak jauh yang dikendalikan dengan remote, kini dihadapkan pada dilema biaya-manfaat yang semakin rumit.

MQ-9 Reaper: Simbol Kekuatan Udara yang Terancam

Dalam Perang Global Melawan Teror, MQ-9 Reaper adalah senjata yang sangat menakutkan. Dilengkapi dengan rudal dan mampu terbang selama 24 jam, Reaper — bersama dengan pendahulunya, MQ-1 Predator — menjadi simbol peperangan jarak jauh dengan kontrol remote. Namun, langit kini bukan lagi tempat yang ramah bagi Reaper. Dibangun oleh General Atomics, Reaper memiliki panjang sayap 66 kaki, hampir dua kali lipat dari pesawat kecil seperti Cessna 172. Harga Reaper yang mencapai $30 juta juga menjadikannya target yang sangat bernilai.

Namun, drone besar dan mahal ini telah ditembak jatuh di beberapa lokasi seperti Yaman, Lebanon, dan Ukraina. Hal ini memicu pertanyaan dari para ahli, apakah militer negara seperti Inggris sebaiknya berhenti membeli drone MALE (Medium-Altitude Long Endurance) yang mahal seperti Reaper dan beralih ke drone yang lebih kecil dan lebih murah yang bisa mereka rela hilangkan.

Ancaman di Yaman dan Ukraina

Sejak Oktober 2023, setidaknya 15 unit Reaper telah ditembak jatuh oleh pemberontak Houthi di Yaman, dengan tujuh di antaranya dihancurkan pada Maret dan April 2025, dengan estimasi kerugian mencapai lebih dari $500 juta. Ancaman terhadap Reaper bahkan lebih besar jika dihadapkan dengan pertahanan udara yang lebih maju, yang dilengkapi dengan sistem pertahanan udara yang lebih besar dan lebih akurat.

Di Ukraina, drone Bayraktar TB2 buatan Turki, yang awalnya sukses menghancurkan kolom tank Rusia pada Februari 2022, kemudian mengalami kerugian besar setelah sistem pertahanan udara Rusia mulai dioperasikan. Drone Bayraktar kini telah menghilang dari langit Ukraina. Selain itu, drone Hermes milik Israel juga menjadi korban rudal anti-pesawat Hezbollah di Lebanon, yang semakin memperjelas kerentanannya terhadap ancaman udara.

Proyek Drone MALE Inggris yang Gagal

Bagi Inggris, masalah ini semakin kompleks. Drone MALE mereka, Watchkeeper, yang diproduksi oleh Thales Group dan Elbit Systems, terbukti gagal. Watchkeeper yang pertama kali terbang pada tahun 2010, baru dikerahkan pada 2018, namun beberapa masalah teknis dan kecelakaan menyebabkan pengunduran armada Watchkeeper pada Maret 2024, kurang dari tujuh tahun setelah digunakan. “Kami mengganti Watchkeeper karena sistem ini sudah tidak relevan lagi sejak 2010,” kata Lord Vernon Croaker, pejabat senior di Kementerian Pertahanan Inggris, kepada House of Commons pada November 2024.

Kini, Inggris tengah memulai Proyek Corvus, yang bertujuan untuk menciptakan drone pengawasan dengan daya tahan terbang 24 jam dan kemampuan penetrasi mendalam. Namun, ini mungkin hanya akan menghasilkan drone MALE lainnya yang mahal dan terlalu rentan untuk dibeli dalam jumlah banyak.

Dilema Biaya-Manfaat dalam Pengadaan Drone

Sementara itu, drone kecil dan murah yang digunakan dalam jumlah besar, seperti drone FPV (First-Person View), telah menjadi senjata dominan di medan perang Ukraina. Drone FPV ini, yang dimodifikasi dari drone komersial dengan biaya hanya beberapa ratus dolar, memiliki kapasitas muatan terbatas dan jangkauan sekitar 10 mil, namun efektif dalam menghancurkan kendaraan lapis baja dan mengganggu manuver tempur di lapangan.

Di sisi lain, terdapat drone berukuran besar dan mahal seperti RQ-4 Global Hawk yang seharga $200 juta, yang kini sedang pensiun dari militer AS. Keberadaan Global Hawk yang harganya sangat mahal dan terdeteksi oleh pertahanan udara membuatnya rentan. Di tengah-tengah spektrum ini, ada drone seperti Reaper yang mampu membawa muatan 2 ton rudal dan sensor, dengan jangkauan 1.200 mil dan bisa terbang di ketinggian 50.000 kaki. Namun, masalahnya adalah ancaman terhadap drone besar ini semakin meningkat, terutama dengan adanya pertahanan udara yang lebih maju.

Solusi dan Pendekatan Baru untuk Drone Pengawasan

Tollast, seorang peneliti militer, menilai bahwa titik di mana UAV menjadi “attritable” atau bisa dikeluarkan begitu saja adalah ketika harga unitnya berada di bawah $200.000 untuk misi ISR (Intelligence, Surveillance, Reconnaissance). Ini menciptakan dilema biaya-manfaat. Bagaimana cara militer memutuskan antara membeli drone mahal yang lebih canggih dengan kemampuan lebih atau membeli drone murah yang bisa digunakan dalam jumlah besar dan dibuang jika hilang.

Dengan anggaran pertahanan Inggris yang lebih kecil, sekitar $70 miliar, pengembangan drone MALE yang lebih canggih tampaknya tidak memungkinkan. Oleh karena itu, beberapa alternatif yang lebih efisien dipertimbangkan, seperti satelit orbit rendah, balon udara tinggi, dan aerostat yang terikat (seperti balon udara). Namun, satelit dan balon ini mungkin tidak tersedia pada saat dibutuhkan, dan aerostat tidak dapat dengan cepat dipindahkan ke daerah terpencil.

Referensi

Tollast, R. (2024). Military Drone Technology and Cost-Effectiveness. Royal United Services Institute (RUSI).

Peck, M. (2024). The Growing Threat to Medium-Altitude Drones. Business Insider.

Thales Group (2024). Watchkeeper UAV: Failures and Lessons Learned. Thales Group Press Release.

Ukrainian Ministry of Defence (2022). Impact of Turkish Bayraktar TB2 Drones in Ukraine War. Ministry of Defence, Ukraine.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE