Berita

Kasus Pembiayaan Fiktif PT Telkom 2016-2018: Jejak Pejabat dan Kerugian Negara Rp 431 Miliar

Kasus Pembiayaan Fiktif PT Telkom 2016-2018: Jejak Pejabat dan Kerugian Negara Rp 431 Miliar
- +
14px

QAPLO – Kupas tuntas kasus pembiayaan fiktif PT Telkom 2016-2018 yang melibatkan tiga pejabat kunci, termasuk August Hoth P. M., Herman Maulana, dan Alam Hono. Simak detail modus operandi, sejarah karier pejabat terkait, serta dampak kerugian negara Rp 431 miliar.

Kasus pembiayaan fiktif di PT Telkom Indonesia periode 2016 hingga 2018 kembali mengemuka dengan pemberhentian tiga pejabat kunci yang ditetapkan sebagai tersangka. Kerugian negara yang diakibatkan oleh kasus ini diperkirakan mencapai Rp 431 miliar, sebuah angka signifikan yang mencerminkan bobot kejahatan korporasi dalam tubuh BUMN terbesar di Indonesia tersebut.

Jejak Pejabat yang Terlibat dalam Kasus

August Hoth P. M.
August Hoth menjabat sebagai General Manager Enterprise Segment Financial Management Service PT Telkom dari tahun 2017 hingga 2020. Dengan posisi strategis dalam pengelolaan keuangan segmen enterprise, August memiliki akses dan wewenang signifikan terhadap pengelolaan dana dan proyek yang menjadi basis kasus ini. Masa jabatannya yang bersinggungan langsung dengan periode kasus menempatkannya dalam sorotan utama.

Herman Maulana
Herman menjabat sebagai Account Manager Tourism Hospitality Service PT Telkom pada tahun 2015–2017. Ia merupakan figur sentral karena selain posisinya, perusahaan mitra yang menerima dana proyek fiktif ternyata dimiliki olehnya. Keterlibatan Herman semakin diperkuat oleh fakta bahwa istrinya tercatat sebagai pemegang saham dalam perusahaan mitra tersebut, menambah dimensi konflik kepentingan yang serius.

Alam Hono
Alam Hono adalah Executive Account Manager di PT Infomedia Nusantara, anak perusahaan PT Telkom, periode 2016–2018. Perannya di anak perusahaan sekaligus hubungan afiliasi dengan perusahaan mitra fiktif turut menjadi salah satu titik kunci dalam penyidikan kasus ini.

Kronologi dan Modus Operandi Kasus

Kasus ini pertama kali terungkap melalui temuan audit internal PT Telkom pada tahun 2019. Tim audit internal kemudian melakukan pengumpulan data secara komprehensif untuk mengidentifikasi unsur hukum yang melibatkan para pejabat dan mitra terkait. Penyelidikan lebih lanjut dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi Jakarta yang menetapkan sembilan tersangka, termasuk ketiga pejabat di atas.

Modus kejahatan yang dilakukan adalah dengan menciptakan proyek pengadaan barang dan jasa fiktif yang melibatkan kerjasama antara PT Telkom dan sembilan perusahaan swasta. Secara administratif, PT Telkom bertindak sebagai penyedia barang, namun pada kenyataannya pengadaan tersebut tidak pernah terlaksana. Empat anak usaha Telkom yang terlibat adalah PT Infomedia Nusantara, PT Telkominfra, PT Pins, dan PT Graha Sarana Duta, yang menjadi saluran pembuatan dokumen pengadaan fiktif.

Perusahaan-perusahaan anak tersebut menunjuk mitra sebagai penyedia barang kepada sembilan perusahaan swasta. Namun, dana yang mengalir kepada perusahaan mitra tersebut—dimiliki oleh Herman Maulana dan Alam Hono—tidak pernah dikembalikan ke PT Telkom, sehingga menimbulkan kerugian negara yang cukup besar.

Dampak Kerugian Negara dan Proses Hukum

Menurut Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati DKI Jakarta, Syahron Hasibuan, nilai proyek fiktif ini bervariasi mulai dari Rp 13,2 miliar hingga Rp 114 miliar per proyek, dengan total kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 431 miliar. Proses pemberhentian ketiga pejabat tersebut kini sedang berjalan dan diharapkan memberikan efek jera bagi pejabat BUMN lainnya.

Kasus pembiayaan fiktif di PT Telkom Indonesia merupakan cermin nyata risiko korupsi dalam tata kelola BUMN yang berpotensi merugikan negara secara besar-besaran. Keterlibatan pejabat kunci dengan jabatan strategis serta keterkaitan langsung dengan perusahaan mitra fiktif menunjukkan adanya praktik nepotisme dan kolusi yang perlu diberantas dengan tegas. Upaya audit internal dan penegakan hukum yang dilakukan Kejaksaan Tinggi Jakarta menjadi langkah krusial untuk memperbaiki mekanisme pengawasan dan akuntabilitas di lingkungan PT Telkom dan anak perusahaannya.

Referensi

Pernyataan Kuasa Hukum PT Telkom, Juniver Girsang, Konferensi Pers 16 Mei 2025.

Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Pernyataan Kepala Seksi Penerangan Hukum Syahron Hasibuan, 14 Mei 2025.

Data Audit Internal PT Telkom, 2019.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE