Seorang pemuda asal India dijatuhi hukuman penjara setelah menghapus 180 server virtual di perusahaan IT NCS Singapura senilai Rp 15 miliar. Simak kronologi lengkap aksi sabotase sistem pengujian perangkat lunak dan konsekuensi hukum yang dijalani.
Kronologi Aksi Sabotase Server Virtual NCS oleh Mantan Karyawan asal India
Seorang pemuda asal India, Kandula, telah resmi dijatuhi hukuman penjara selama dua tahun delapan bulan atas tindak kejahatan siber yang dilakukannya dengan mengakses secara ilegal sistem komputer milik perusahaan teknologi informasi NCS di Singapura dan menghapus 180 server virtual. Perbuatan tersebut menyebabkan kerugian finansial mencapai sekitar US$918.000 atau setara Rp 15 miliar (kurs Rp16.490 per USD).
Menurut laporan resmi, tindakan sabotase ini dilakukan atas dasar rasa kesal dan frustrasi karena Kandula dipecat dari NCS pada Oktober 2022 akibat kinerja yang dianggap buruk. Kandula terakhir kali bekerja di perusahaan tersebut pada 16 November 2022. Dokumen pengadilan mengungkapkan bahwa Kandula merasa bingung dan tidak terima dengan keputusan pemecatannya, karena dia yakin telah memberikan kontribusi positif selama masa kerjanya.
Selama periode November 2021 hingga Oktober 2022, Kandula tergabung dalam tim berjumlah 20 orang yang bertanggung jawab mengelola sistem pengujian jaminan kualitas (Quality Assurance/QA) perangkat lunak di NCS. Sistem ini terdiri dari sekitar 180 server virtual yang digunakan untuk menguji perangkat lunak baru sebelum diluncurkan ke pasar.
Modus Operandi Akses dan Penghapusan Server Virtual
Setelah kontraknya dengan NCS berakhir dan kembali ke India, Kandula menggunakan laptop pribadinya untuk mengakses sistem perusahaan secara ilegal dengan memanfaatkan kredensial administrator. Akses tidak sah ini dilakukan sebanyak enam kali antara 6 Januari hingga 17 Januari 2023.
Pada Februari 2023, Kandula kembali ke Singapura untuk mencari pekerjaan baru dan menyewa kamar bersama mantan rekannya di NCS. Dari jaringan Wi-Fi rekannya, ia melakukan akses ilegal ke sistem NCS sekali lagi pada 23 Februari 2023.
Pada bulan Maret 2023, ia meningkatkan frekuensi aksesnya menjadi 13 kali. Pada tanggal 18 dan 19 Maret, Kandula menjalankan skrip komputer yang dia tulis sendiri untuk menghapus seluruh 180 server virtual secara bertahap satu per satu. Akibatnya, sistem QA NCS menjadi tidak dapat diakses.
Tim IT NCS segera menyadari keganjilan dan mencoba memperbaiki sistem, tetapi gagal. Pada 11 April 2023, mereka melaporkan kejadian tersebut ke pihak kepolisian. Investigasi menemukan skrip yang digunakan untuk menghapus server tersimpan di laptop Kandula, dan jejak IP yang mengarah padanya ditemukan melalui penyelidikan internal.
Implikasi Hukum dan Kerugian Finansial
Kandula menghadapi satu tuduhan utama yaitu akses tidak sah ke sistem komputer, yang mengakibatkan kerusakan besar pada infrastruktur TI perusahaan. Ia dijatuhi hukuman penjara selama dua tahun delapan bulan. Selain itu, tuduhan tambahan juga sedang dipertimbangkan untuk proses hukum lebih lanjut.
Kerugian finansial yang diakibatkan oleh penghapusan 180 server virtual diperkirakan mencapai hampir Rp 15 miliar. Meskipun sistem yang diserang bukan menyimpan data sensitif, dampak operasional dan gangguan layanan menyebabkan kerugian besar bagi NCS.
Kasus ini menjadi peringatan penting tentang risiko kejahatan siber yang dilakukan oleh mantan karyawan yang memiliki akses administrator. Motif emosional berupa kekecewaan atas pemecatan membuka celah untuk aksi sabotase yang merugikan perusahaan.
Metode yang digunakan, yaitu penulisan skrip khusus untuk penghapusan server virtual, menunjukkan tingkat pengetahuan teknis yang tinggi. Hal ini menegaskan perlunya pengelolaan akses dan pengawasan ketat terhadap mantan karyawan.
Dampak kerusakan tidak hanya berupa kerugian finansial, tapi juga menimbulkan kerusakan reputasi dan potensi gangguan layanan yang dapat berimbas pada kepercayaan klien dan mitra bisnis.
Kasus Kandula menyoroti pentingnya keamanan siber internal, khususnya kontrol akses bagi staf TI, dan perlunya mitigasi risiko dari karyawan yang mengalami masalah hubungan kerja. Hukuman berat yang dijatuhkan menjadi sinyal tegas bagi pelaku kejahatan digital.
Perusahaan teknologi harus memperkuat protokol keamanan, memonitor aktivitas jaringan secara intensif, dan membangun budaya kerja yang sehat untuk mencegah aksi sabotase internal yang merugikan secara finansial dan operasional.