Qaplo – Israel kembali menyerang Suriah setelah hampir sebulan, menyasar senjata pemerintah Suriah usai dua proyektil ditembakkan ke wilayahnya. Ketegangan meningkat, diiringi klaim serangan dari Houthi Yaman ke Jaffa.
Kairo (reuters) – Israel meluncurkan serangan udara pertama ke wilayah Suriah dalam hampir satu bulan terakhir. Serangan ini disebut sebagai balasan atas penembakan dua proyektil ke wilayah Israel yang dituding berasal dari Suriah. Pemerintah Israel juga menyalahkan Presiden Sementara Suriah, Ahmed al-Sharaa, atas insiden tersebut.
Kementerian Pertahanan Suriah menyatakan bahwa serangan Israel mengakibatkan “kerugian besar secara manusia dan material.” Pemerintah Damaskus menegaskan bahwa mereka tidak menjadi ancaman bagi pihak regional mana pun dan menekankan pentingnya menumpas kelompok bersenjata serta memulihkan kendali negara, khususnya di wilayah selatan.
Menurut laporan Reuters, ini merupakan serangan pertama Israel ke Suriah sejak awal Mei. Bulan tersebut ditandai oleh sejumlah peristiwa penting seperti pertemuan Presiden AS Donald Trump dengan Sharaa, pencabutan sanksi terhadap Suriah, serta kontak langsung antara Suriah dan Israel dalam upaya meredakan ketegangan.
Israel dan Narasi Ancaman Jihadis
Pemerintah Israel menyebut kepemimpinan baru Suriah sebagai “jihadis” dan menegaskan sikapnya untuk terus melakukan serangan guna menjaga stabilitas perbatasan. Selain serangan udara, Israel juga dilaporkan telah mengerahkan pasukan ke wilayah barat daya Suriah dan menyatakan tidak akan mengizinkan kehadiran militer pemerintah Suriah di area tersebut.
Dua proyektil yang ditembakkan dari wilayah Suriah menjadi pemicu utama eskalasi ini. Militer Israel menyebut keduanya jatuh di area terbuka tanpa menimbulkan korban. Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, menegaskan bahwa Presiden Sharaa bertanggung jawab langsung atas setiap ancaman terhadap Israel.
Spekulasi Keterlibatan Milisi dan Provokasi Iran
Pernyataan Kementerian Luar Negeri Suriah menyatakan belum bisa memastikan keakuratan laporan mengenai proyektil tersebut, sambil menyebut adanya pihak ketiga yang diduga berusaha memperkeruh suasana. Seorang pejabat Suriah bahkan menyebut keterlibatan milisi era Assad yang berafiliasi dengan Iran sebagai pihak yang memprovokasi konflik agar menimbulkan balasan Israel dan merusak proses stabilisasi.
Klaim tanggung jawab atas penembakan juga muncul dari kelompok bersenjata yang menamakan diri sebagai “Brigade Martir Muhammad Deif”, merujuk pada tokoh militer Hamas yang tewas akibat serangan Israel tahun 2024. Namun, klaim ini belum dapat diverifikasi secara independen.
Dampak Serangan dan Situasi Lapangan
Media pemerintah Suriah dan sumber keamanan melaporkan bahwa serangan udara Israel menargetkan lokasi di sekitar Damaskus serta provinsi Quneitra dan Daraa. Warga lokal menyebutkan bahwa wilayah pertanian di Wadi Yarmouk juga terkena dampak, dan beberapa desa melaporkan pelarangan aktivitas pertanian akibat kehadiran militer Israel.
Salah satu serangan dilaporkan menghantam bekas pangkalan militer Suriah dekat kota Izraa. Israel mengklaim bahwa salah satu misinya di Suriah adalah untuk melindungi komunitas Druze yang memiliki populasi di kedua negara.
Konflik Regional Makin Kompleks
Pada saat bersamaan, militer Israel juga mengklaim berhasil mencegat rudal balistik yang ditembakkan dari Yaman. Kelompok Houthi yang bersekutu dengan Iran mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut dan menyatakan bahwa serangan itu sebagai bentuk dukungan terhadap rakyat Palestina di tengah konflik Israel-Gaza.
Israel, yang telah menduduki Dataran Tinggi Golan sejak 1967, telah melakukan berbagai serangan udara terhadap Suriah dalam satu dekade terakhir, sebagian besar menargetkan jaringan milisi pro-Iran.
Di sisi lain, utusan baru Amerika Serikat untuk Suriah menyatakan keyakinannya bahwa perdamaian antara Israel dan Suriah tetap memungkinkan.