BeritaEkonomiInfo

Pembatasan Bunga Pinjaman Online Tekan Laba Fintech P2P Lending, AFPI Soroti Dampak Kebijakan OJK Terbaru

Pembatasan Bunga Pinjaman Online Tekan Laba Fintech P2P Lending, AFPI Soroti Dampak Kebijakan OJK Terbaru
- +
14px

Pembatasan suku bunga maksimal pinjaman daring oleh OJK berdampak signifikan pada kinerja industri fintech P2P lending. AFPI mengungkapkan penurunan laba hingga 86% dan hambatan inovasi keuangan akibat kebijakan bunga baru. Simak analisis lengkap dan tanggapan pelaku industri fintech Indonesia.

Jakarta, 15 Mei 2025 – Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengungkapkan bahwa pembatasan suku bunga atau manfaat pinjaman daring (pindar) yang diberlakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memberikan tekanan signifikan terhadap kinerja industri fintech peer-to-peer (P2P) lending di Indonesia. Berdasarkan data terbaru OJK, laba sektor fintech lending mengalami penurunan drastis hingga mencapai 86,06% pada awal tahun 2025.

Industri fintech P2P lending hanya mencatatkan laba sebesar Rp152,22 miliar pada Januari 2025, menurun jauh dibandingkan capaian Rp1,65 triliun pada Desember 2024. Sekretaris Jenderal AFPI, Ronald Andi Kasim, menyatakan bahwa pembatasan bunga maksimal yang diterapkan menyebabkan mismatch antara penyedia dana (lender) dan peminjam (borrower). Dengan aturan bunga yang kini lebih rendah, aplikasi fintech terpaksa memperketat seleksi calon peminjam sehingga mereka yang memiliki risiko tinggi semakin sulit memperoleh pinjaman legal.

“Ini menimbulkan ketidaksesuaian antara ekspektasi lender yang ingin bunga sekitar 0,8% per hari dengan risiko tinggi borrower yang tidak dapat dilayani,” ujar Ronald dalam konferensi pers AFPI di Jakarta, Rabu (14/5/2025). Ronald menambahkan, saat bunga dipangkas dari 0,8% menjadi 0,4%, keluhan dari pelaku industri semakin intensif karena pertumbuhan volume pendanaan terhambat.

Sementara itu, mantan Sekretaris Jenderal AFPI periode 2019-2023, Sunu Widyatmoko, menilai pembatasan ini menghambat potensi fintech lending sebagai inovasi terobosan di sektor keuangan digital. “Konsep memberi peluang kepada peminjam risiko tinggi untuk membuktikan kelayakan kreditnya menjadi terhambat dengan adanya batasan bunga ini,” tutur Sunu.

Sebagai informasi, OJK menetapkan pembatasan manfaat ekonomi atau bunga harian pinjaman daring konsumtif dengan tenor lebih dari 6 bulan maksimal 0,2%, turun dari sebelumnya 0,3%. Sedangkan untuk tenor kurang dari 6 bulan, batas bunga tetap di angka 0,3%.

Implikasi Pembatasan Bunga terhadap Industri Fintech P2P Lending

Regulasi bunga pinjaman daring yang lebih ketat bertujuan melindungi konsumen dari beban bunga berlebihan dan praktik pinjaman yang tidak sehat. Namun, kebijakan ini juga membawa tantangan besar bagi pelaku fintech P2P lending yang selama ini mengandalkan bunga relatif tinggi untuk mengkompensasi risiko kredit yang mereka tanggung.

Pembatasan bunga menyebabkan penurunan insentif lender sehingga volume pendanaan berkurang, terutama bagi peminjam dengan risiko kredit yang lebih tinggi. Akibatnya, likuiditas pasar menurun dan pertumbuhan industri terhambat. Di sisi lain, lender yang ingin imbal hasil tinggi akan berpindah ke alternatif investasi lain, sementara peminjam risiko tinggi kesulitan mendapatkan akses pinjaman legal.

Kondisi ini mendorong fintech lending untuk memperkuat teknologi penilaian risiko dan mencari model bisnis baru agar tetap sustainable dalam kerangka regulasi. Namun, transformasi ini memerlukan waktu dan investasi yang tidak sedikit.

Tanya Jawab Seputar Pembatasan Bunga Pinjaman Online

Apa alasan OJK membatasi bunga pinjaman online?
OJK ingin melindungi konsumen dari bunga pinjaman yang tinggi dan mencegah praktik fintech lending yang berisiko menyebabkan beban utang berlebihan.

Bagaimana pembatasan bunga mempengaruhi kinerja fintech lending?
Pembatasan menyebabkan penurunan laba karena volume pinjaman berkurang dan lender menjadi lebih selektif, terutama dalam menyalurkan dana ke peminjam berisiko tinggi.

Apa solusi AFPI untuk menghadapi pembatasan ini?
AFPI mendorong fintech untuk memperbaiki seleksi risiko, meningkatkan inovasi produk, dan mencari keseimbangan antara perlindungan konsumen dan keberlangsungan bisnis.

Pembatasan manfaat atau bunga pinjaman daring oleh OJK memberikan dampak signifikan terhadap industri fintech P2P lending di Indonesia, terutama menekan laba dan menghambat pertumbuhan volume pendanaan. Meskipun kebijakan ini bertujuan untuk melindungi konsumen, pelaku fintech menghadapi tantangan besar dalam menyesuaikan model bisnis agar tetap berkelanjutan. Sinergi antara regulator dan pelaku industri menjadi kunci penting untuk memastikan perlindungan konsumen sekaligus mendukung inovasi keuangan digital yang inklusif dan berkelanjutan.

Industri fintech peer-to-peer (P2P) lending di Indonesia menjadi salah satu pilar penting dalam mendukung inklusi keuangan digital. Namun, regulasi yang mengatur batasan maksimal bunga pinjaman daring yang diberlakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mulai tahun 2024 berdampak signifikan terhadap kinerja sektor ini.

Laporan riset ini bertujuan menganalisis dampak pembatasan bunga pinjaman online terhadap kinerja laba fintech lending serta konsekuensinya terhadap inovasi dan keberlangsungan bisnis fintech di Indonesia.

Metodologi

Data yang digunakan bersumber dari laporan resmi OJK dan keterangan pers Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) periode Desember 2024 hingga Mei 2025. Analisis dilakukan secara kuantitatif terhadap perubahan laba industri dan secara kualitatif terhadap wawancara dan pernyataan pelaku industri fintech.

Temuan Utama

1. Penurunan Laba Fintech Lending

Data OJK menunjukkan laba fintech P2P lending menurun drastis dari Rp1,65 triliun pada Desember 2024 menjadi Rp152,22 miliar pada Januari 2025, atau turun sebesar 86,06%.

2. Pembatasan Bunga Maksimal

Regulasi OJK membatasi bunga pinjaman daring konsumtif dengan tenor lebih dari 6 bulan maksimal 0,2% per hari, turun dari 0,3%. Untuk tenor kurang dari 6 bulan, batas bunga tetap 0,3%.

3. Dampak Mismatch Borrower-Lender

Pembatasan bunga memaksa fintech memperketat seleksi peminjam, terutama mengeliminasi peminjam berisiko tinggi, sehingga mengurangi volume pendanaan dan menimbulkan mismatch antara kebutuhan lender dan profil borrower.

4. Hambatan Inovasi

Menurut AFPI, regulasi ini menghambat fungsi fintech lending sebagai inovasi keuangan yang inklusif, terutama dalam memberi kesempatan pada peminjam berisiko untuk membuktikan kelayakan kreditnya.

Diskusi

Pembatasan bunga oleh OJK memiliki niat positif yaitu melindungi konsumen dari bunga berlebihan. Namun, hal ini berdampak pada dinamika pasar fintech lending yang selama ini menyeimbangkan risiko dan imbal hasil melalui tingkat bunga yang fleksibel.

Penurunan laba yang signifikan menunjukkan perlunya adaptasi strategi bisnis fintech, termasuk peningkatan teknologi analitik risiko dan diversifikasi produk kredit.

Rekomendasi

OJK dan pelaku industri fintech perlu menjalin komunikasi intensif untuk mencari titik temu regulasi yang menguntungkan konsumen tanpa menghambat inovasi.

Pengembangan teknologi scoring risiko yang lebih akurat untuk memitigasi risiko peminjam berisiko tinggi tanpa harus menghilangkan akses kredit.

Edukasi konsumen dan lender agar memahami risiko dan peluang fintech lending dalam ekosistem keuangan digital.

Kesimpulan

Regulasi pembatasan bunga pinjaman daring membawa dampak signifikan terhadap industri fintech P2P lending di Indonesia. Penurunan laba hingga 86% menjadi peringatan penting bahwa keseimbangan antara perlindungan konsumen dan keberlangsungan bisnis fintech harus dikelola secara bijak. Sinergi antara regulator dan pelaku industri menjadi kunci untuk mendukung perkembangan fintech yang sehat, inovatif, dan inklusif.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE