QAPLO – Warga Medan pertanyakan nasib proyek revitalisasi Lapangan Merdeka senilai Rp500 miliar yang terbengkalai dan diduga abaikan nilai sejarah dan partisipasi publik.
Medan — Proyek revitalisasi Lapangan Merdeka Medan yang digagas sejak 2022 di bawah kepemimpinan Wali Kota Bobby Nasution menuai kritik tajam. Di tengah sorotan publik, proyek senilai Rp500 miliar ini justru menimbulkan kekhawatiran akan hilangnya nilai sejarah dan minimnya transparansi penggunaan anggaran.
Cagar Budaya Bersejarah Terancam Komersialisasi
Lapangan Merdeka dikenal sebagai salah satu ikon sejarah Kota Medan yang menyimpan jejak peristiwa penting. Namun, proyek ini justru dinilai mengancam identitas kawasan. Menurut pengamat tata kota dan kebijakan publik, Elfenda Ananda, proyek ini menyebabkan hilangnya elemen budaya Melayu yang selama ini menjadi ciri khas Lapangan Merdeka.
“Ini bukan sekadar ruang terbuka hijau, melainkan simbol sejarah dan budaya Medan. Revitalisasi tanpa sensitivitas terhadap nilai budaya bisa menghancurkan karakter asli kawasan ini,” ujarnya.
Revitalisasi tersebut bahkan melibatkan pembangunan pusat komersial di bawah tanah, yang memicu kekhawatiran akan dominasi kepentingan ekonomi atas pelestarian sejarah.
Minim Partisipasi Publik, Dikhawatirkan Menjadi Proyek Elitis
Proyek ini juga dikritik karena menggunakan pendekatan top-down. Banyak tokoh masyarakat dan komunitas kebudayaan mengeluhkan kurangnya pelibatan publik dalam perencanaan.
“Pembangunan yang mengabaikan suara masyarakat berisiko memutus kesinambungan sejarah kota dengan masa depannya,” tegas Elfenda.
Model pembangunan ini dikhawatirkan menimbulkan ketimpangan sosial dan menggusur komunitas sekitar akibat meningkatnya nilai ekonomi kawasan secara tiba-tiba.
Anggaran Rp500 Miliar: Tidak Transparan dan Banyak Tanda Tanya
Dengan total anggaran sebesar Rp500 miliar—di mana Rp100 miliar di antaranya berasal dari APBD Provinsi Sumatera Utara—masyarakat kini mempertanyakan kejelasan penggunaan dana. Terlebih, sejak pertengahan 2025, proyek tampak mangkrak tanpa kejelasan arah.
Sejumlah isu mengemuka:
- Upah buruh belum dibayarkan
- Tanah timbun proyek digunakan di lokasi lain tanpa dokumentasi resmi
- Aset lama tidak jelas status penghapusannya
- Biaya rehab awal tidak masuk dalam laporan akhir
Audit dari BPK RI hingga kini belum menunjukkan temuan signifikan, yang memicu kecurigaan masyarakat atas keseriusan proses pengawasan dana publik.
Identitas Kota dan Pajak Warga Dipertaruhkan
Elfenda menekankan bahwa proyek revitalisasi seperti ini seharusnya menjadi simbol perbaikan ruang publik, bukan proyek kontroversial yang mengabaikan sejarah dan akuntabilitas.
“Jika warisan budaya dihilangkan dan dana publik tidak dikelola transparan, maka kita tidak hanya kehilangan ruang, tapi juga kehilangan identitas kota,” pungkasnya.
Kini warga Kota Medan mempertanyakan ke mana arah pembangunan dan bagaimana pemerintah mempertanggungjawabkan dana rakyat yang telah digelontorkan selama tiga tahun terakhir.
Tuntutan Warga
Proyek revitalisasi Lapangan Merdeka seharusnya bisa menjadi etalase kesuksesan kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat. Sayangnya, hingga kini justru menjadi simbol ketidakpastian, ketertutupan, dan potensi hilangnya warisan sejarah kota.
Pemerintah Kota Medan didesak untuk membuka akses informasi publik, menjelaskan status proyek secara transparan, dan melibatkan masyarakat secara aktif untuk menyelamatkan ruang publik yang telah menjadi ikon sejarah kota ini selama puluhan tahun.